Informasi dihimpun, peristiwa itu bermula saat pelaku pulang dari tempat kerjanya sekitar pukul 15.00 WIB, Minggu (23/4/2017). Setiba di rumah, Taruna yang lapar, lalu menanyakan nasi kepada istrinya.
Keduanya terlibat cekcok. "Istrinya menjelaskan, nasi masih belum matang dan masih di atas tungku. Keributan kemudian terjadi, pelaku yang kesal kemudian merebut bayi yang sedang digendong istrinya. Setelah itu pelaku melempar anaknya ke arah tungku," ucap Kapolsek Nyalindung AKP Dede Mazmudin.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kalau kita baca dari berita, ayah dan ibunya masih tergolong usia muda. Terlihat belum adanya kematangan emosional dari pasangan ini, yang dalam proses pernikahan pastinya dampaknya tidak baik juga untuk anak," tutur dr Andri kepada detikHealth.
Baca juga: Ingat, Menikah Itu Bukan Sekadar Mengejar Status
Dikatakan dr Andri, kematangan emosional ditunjukkan dengan kontrol emosi yang lebih baik dan menunjukkan tingkat kedewasaan seseorang. Dalam artian, kematangan emosional menunjukkan seseorang tidak lagi memiliki emosi yang tidak bisa dikontrol layaknya anak-anak.
Kematangan emosional ini yang harus diperhatikan sebelum menikah. Boleh saja berdasarkan usia, pasangan pria dan wanita sudah dikategorikan dewasa (berusia di atas 19 tahun). Meski begitu, belum tentu secara kejiwaan mereka siap menjadi orang dewasa.
"Walaupun secara hukum dan agama boleh (menikah muda), kita harus lihat juga kemampuan emosional dan kesehatan mentalnya. Dalam artian perilaku dan pikiran harus dijaga dengan baik," tandasnya lagi.
Jika pun memang belum siap menikah namun pasangan sudah mendesak, ada baiknya dibicarakan secara baik-baik. Psikolog Pustika Rucita MPsi mengatakan keputusan untuk menikah bukan hanya ditentukan oleh satu pihak, namun dari kedua belah pihak, laki-laki dan perempuan.
"Kalau memang pacaran secara baik dan sehat nggak ada masalah untuk ngasih pengertian ke pasangan. Coba komunikasikan secara terbuka mengenai pikiran kita tentang pernikahan," ucap Cita.
"Kasih tahu pemikiran kita seperti apa, misalnya masih ingin berkarier dulu atau keliling dunia dulu," sambung psikolog dari Tiga Generasi ini.
Baca juga: Usia Ideal untuk Menikah Menurut Psikolog
(mrs/vit)











































