Gejala paling umum pada penyandang disleksia adalah kesulitan membaca dan mengeja. Berbeda dengan gangguan belajar biasa, kesulitan mengeja pada penyandang disleksia bukan disebabkan oleh kurangnya kecerdasan.
Gangguan ini merupakan kelainan genetik yang dialami individu dengan Intelegency Quotient (IQ) normal atau bahkan di atas rata-rata.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
- Sulit membedakan huruf 'b' dengan 'd' dan sering terbalik menggunakannya
- Sering salah mengutip dari papan tulis meski selalu duduk paling depan
- Tidak pernah berhasil menggambar kubus, selalu menjadi trapesium
Beruntung orang tua Aigis cukup peka dengan kesulitan yang dihadapi anaknya. Setelah mencari tahu dari berbagai sumber, akhirnya ketahuan bahwa Aigis menyandang disleksia dan membutuhkan penanganan khusus.
Begitu naik ke kelas 3 SD, Aigis dipidahkan ke sekolah khusus SD Pantara Jakarta dengan kelas kecil yang hanya terdiri dari 8 siswa. Pendekatan yang berbeda serta situasi yang lebih kondusif di sekolah baru membuat Aigis lebih lancar dalam belajar.
Namun kesulitan kembali dihadapi Aigis saat melanjutkan ke sebuah SMP Negeri di Cimahi, Jawa barat. Lagi-lagi pendekatan di sekolah umum yang dirasakannya kurang personal membuat prestasi belajar Aigis ambruk dan harus puas menduduki ranking 43 dari 44 siswa.
Meski merasa tertinggal dalam pelajaran dan pergaulan, Aigis tidak langsung berputus asa. Dengan bantuan kedua orangtua yang selalu mendukungnya, ia akhirnya diberi perlakuan khusus untuk menunjang belajarnya.
"Waktu SMP adalah masa terberat saya ketika saya lebih banyak jadi penonton di kelas atau lebih mirip wartawan sebenarnya. Saya hanya mencatat materi semampu saya, lalu orangtua mempelajarinya di rumah untuk dijelaskan lagi ke saya sampai paham," ungkap Aigis dalam Simposium Nasional Dyslexia Awareness di Kementerian Pendidikan Nasional, Jakarta, Minggu (31/7/2010).
Begitu lulus SMP, Aigis memilih melanjutkan ke SMK jurusan Rekayasa Perangkat Lunak. Alasan utama Aigis memilih jurusan tersebut adalah karena jumlah siswa di tiap kelas hanya sedikit, di samping ia memang menyukai pelajaran yang lebih banyak praktik dibanding teori.
Sejak saat itu, rasa percaya diri mulai tumbuh pada Aigis yang kini duduk di semester 7 Institut Teknologi Harapan Bangsa di Bandung. Di jenjang SMK itulah ia mulai bisa menunjukkan preatasinya dengan meraih nilai tertinggi untuk pelajaran-pelajaran yang ia sukai, misalnya mengetik 10 jari (blind system).
Ketua Pelaksana Harian Asosiasi Disleksia Indonesia (ADI), dr Kristiantini Dewi, SpA mengatakan, disleksia merupakan kelainan genetik yang berbasis neurologis. Gangguan ini sama sekali tidak ada kaitannya dengan kebodohan, tingkat ekonomi maupun motivasi belajar.
Meski mengalami kesulitan dalam membaca, menulis dan mengeja, penyandang disleksia memiliki intelejensi normal atau bahkan di atas rata-rata. Kecerdasannya seringkali menonjol di bidang atau area belajar yang lain.
"Banyak tokoh besar yang juga menyandang disleksia. Fisikawan Albert Einstein, mantan presiden Amerika George W Bush serta aktor laga Tom Cruise adalah beberapa contoh orang-orang berprestasi yang menyandang diskeksia," ungkap dr Kristiantini yang berpraktik di CDC Santosa bandung International Hospital. (up/ir)











































