Sebut saja Albert Einstein dan Isaac Newton, kedua ilmuwan hebat ini dikenal memiliki gangguan autis. Tapi mereka berhasil mengubah dunia dengan pemikiran dan penemuannya. Ada juga salah satu kategori autisme yang ditandai dengan tingkat kecerdasan yang tinggi, yaitu sindrom Asperger.
"Anak autis umumnya memiliki kecerdasan yang normal dan di atas rata-rata. Tetapi anak-anak ini IQ-nya tidak sebanding dengan EQ (emotional quotient atau kecerdasan spiritual) dan SQ (spiritual quotient atau kecerdasan spiritual) sehingga bisa berakibat merugikan," kata dr Kresno Mulyadi, Sp.KJ, psikiater dari RS Omni Hospital Alam Sutera Jakarta kepada detikHealth seperti ditulis [ada Rabu (19/12/2012).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sebuah penelitian juga menemukan bahwa ukuran otak anak autis relatif lebih besar dibandingkan volume otak orang normal pada umumnya. Dengan otak yang besar, maka jumlah sel-sel otak dan sambungan sarafnya juga akan lebih banyak.Namun seperti yang disebutkan Kak Kresno tadi, anak autis harus berjuang agar dapat diterima masyarakat dan mengoptimalkan kemampuannya.
"Anak autis bisa diasah bakatnya apabila mendapat terapi dan penanganan yang tepat. Tidak hanya mengasah bakat, tetapi fokusnya adalah agar anak autis bisa tumbuh layaknya anak-anak normal pada umumnya," terang Kak Seto.
Apabila tidak mendapat terapi dan penanganan yang tepat, anak autis akan sulit mandiri dan menggantungkan hidupnya kepada pengasuh. IQ saja tidak cukup bagi seseorang untuk meraih kesuksesan. Pada usia yang dini, gejala autis bisa diminimalisir dengan terapi yang intensif dan berkelanjutan.
Kak Kresno menerangkan bahwa pendidikan untuk anak autis juga bisa difokuskan untuk hal-hal yang sesuai dengan minat dan bakatnya. Banyak kasus penyandang autis yang berhasil mandiri setelah menjalani terapi. Semakin dini terapi dilakukan, maka makin besar juga kemungkinan anak autis dapat melakukan aktifitas layaknya kebanyakan orang pada umumnya.
(pah/vit)











































