Adalah Madeleine Milne, gadis berbakat berusia 13 tahun, yang nekat melakukan bunuh diri. Rupanya bullying yang dialaminya selama dua bulan terakhir-lah yang membuat Madeleine nekat mengakhiri hidup.
Dikutip dari Daily Telegraph, Rabu (8/5/2013), walaupun sangat sedih namun Peter dan Valery tidak semata-mata menyalahkan intimidasi di sekolah sebagai penyebab kematian putrinya. Mereka yakin kecemasanlah yang menyebabkan Madeleine mengambil keputusan nekat tersebut.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Maddy, begitu panggilan akrab remaja tersebut, adalah siswi kelas 8 di Asquith Girls' High School yang mulanya memiliki kehidupan menyenangkan. Hingga akhirnya Peter menyadari sesuatu terjadi pada Maddy di awal tahun ini. Peter melihat anak gadisnya mulai menarik diri dari dunia luar.
"Ada insiden di kelas matematika pada akhir Februari. Kami tidak tahu situasi tepatnya, tetapi saya yakin dia membela orang yang di-bully dan kemudian ia menjadi target juga," jelas Peter.
Melihat hal ini Peter sangat prihatin dengan kondisi Maddy. "Dia sangat cemas dan bahkan tidak ingin meninggalkan rumah, dalam kasus ini dia mengarah pada orang-orang di sekolah, jadi saya berbicara dengannya dan dia menceritakannya pada saya," Peter menambahkan.
Bahkan sampai saat ini, Peter tidak tahu persis apa bentuk intimidasi yang diterima Maddy. Diduga Maddy telah mendapat ancaman, dan orang tua Maddy bisa melihat hal itu sangat mengganggu putrinya.
"Kami bahkan tidak bisa mengajaknya untuk pergi ke Westfield di Hornsby, dia khawatir bahwa dia akan bertemu dengan mereka atau seseorang dari sekolahnya," kata Peter.
"Saya kemudian menelepon sekolah pada awal Maret, tetapi sekolah tidak menghubungi saya kembali," tambahnya.
Akhirnya, beberapa waktu kemudian Peter menindaklanjuti sendiri karena melihat kecemasan Maddy yang semakin memburuk.
"Walaupun saya mendapatkan telepon balik dari gurunya dan gurunya mengatakan akan mengambil tindakan tetapi gurunya masih tidak tahu apa yang mengganggunya," kata Peter.
Peter menuturkan kecemasan Maddy akan kasus yang dialaminya di sekolah semakin lama semakin memburuk. Dia pun berharap liburan akhir sekolah yang membuat Maddy jauh dari kelas akan meringankan kesedihan putrinya. Tetapi Maddy tak pernah kembali ke sekolah karena dia meninggal pada 25 April lalu, beberapa hari sebelum libur usai.
"Saya tidak mempersiapkan kata-kata untuk mendukungnya, tetapi sudah pasti ia tidak ingin kembali ke sekolah," ujarnya.
Peter hanya ingin putrinya kesayangannya tahu bahwa dirinya dicintai teman-temannya. "Saya kira dia tidak menyadari betapa banyak teman yang dia punya," kata Peter.
Di mata Peter, Maddy adalah anak yang cantik. Dia juga sangat berbakat dan mencintai seni, khususnya menggambar.
"Ia juga suka bermain ski dan berlayar, serta menyukai snorkeling. Tetapi dari semua itu, menggambar adalah segalanya," kenang Peter.
Upacara penghormatan atas kepergian Maddy digelar pada Sabtu 27 April lalu. Peter berharap kematian anaknya dapat memberikan pelajaran bagi orang tua untuk lebih mendengar anak saat mereka merasa terganggu.
"Saya ingin mengatakan pada para orang tua jika mereka melihat kecemasan pada anak-anak mereka, hadapilah hal itu bersama mereka," ujar Peter.
Bisa jadi orang tua terlalu sibuk dengan pekerjaannya dan sekolah terlalu sibuk dengan berbagai kegiatan, namun jangan sampai waktu untuk mendengar suara hati anak menjadi hilang. Menurut Peter perlu dialokasikan waktu khusus untuk anak-anak agar mereka punya kesempatan berbicara.
Sementara itu juru bicara untuk Departemen Pendidikan dan Masyarakat New South Wales mengatakan kematian Maddy adalah tragedi. Atas peristiwa itu, sekolah dan Departemen Pendidikan memberikan simpati mendalam.
Saat ini kematian Maddy yang tidak wajar sedang dalam penyelidikan polisi. Namun tidak dilaporkan bagaimana Maddy mengakhiri hidupnya. Dalam catatan petugas, Maddy adalah orang termuda yang melakukan bunuh diri di News South Wales.
(vit/vit)











































