Penelitian yang dilakukan di Amerika Serikat oleh para ahli dari Harvard School of Public Health dan The University of Rochester ini mengungkapkan bahwa risiko kematian dini akibat beberapa penyakit fatal meningkat hingga 35 persen pada mereka yang jarang mengungkapkan perasaan dan emosi mereka. Hasil ini justru terjadi sebalikny pada mereka yang secara teratur mengungkapkan emosi mereka.
Ketika kemudian para peneliti mengamati penyebab spesifik dari kematian tersebut, ditemukan bahwa peningkatan risiko untuk penyakit jantung meningkat sebanyak 47 persen dan untuk kanker sebanyak 70 persen, seperti dilansir Daily Mail, Selasa (10/9/2013).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ketika peneliti menganalisis nilai emosi, mereka menemukan bahwa tingkat kematian tertinggi ada di antara mereka yang terbisa memendam kemarahan mereka. Hingga saat ini masih belum dapat ditemukan bagaimana emosi menyebabkan kematian dini.
Namun sebuah teori mengungkapkan ini mungkin saja terjadi karena saat sedang emosi seseorang akan beralih pada minuman beralkohol, rokok atau junk food untuk membantu mengatasi perasaan mereka sendiri. Selain itu, stres juga diketahui mengganggu keseimbangan hormon dalam tubuh dan meningkatkan risiko penyakit terkait kerusakan sel, seperti keluhan jantung dan kanker.
Para peneliti di University of Valencia, Spanyol, menemukan bahwa marah dapat meningkatan aliran darah ke daerah frontal kiri otak, yang terlibat dalam mengalami emosi positif. Sementara sisi kanan lebih berkaitan dengan emosi negatif dan dapat memicu penarikan, ketakutan dan kesedihan.
Penelitian ini telah dipublikasikan dalam Journal of Psychosomatic Research.
(vit/vit)











































