Begini Tips Survivor Kanker Payudara Hadapi Rasa Sakit Saat Kemoterapi

Begini Tips Survivor Kanker Payudara Hadapi Rasa Sakit Saat Kemoterapi

- detikHealth
Jumat, 14 Feb 2014 17:34 WIB
Begini Tips Survivor Kanker Payudara Hadapi Rasa Sakit Saat Kemoterapi
Foto: Dian/detikhealth
Jakarta - Layaknya pasien kanker lain, Dinda Nawangwulan (38) pun merasakan sakit yang luar biasa ketika ia menjalani kemoterapi. Apalagi, efek setelah kemoterapi bisa membuat Dinda tak bernafsu makan dan lemas.

Selama penyembuhan, Dinda sudah melakukan delapan kemoterapi dan 21 herceptin. Total, ada 29 terapi yang ia lakoni dalam waktu 1,5 tahun. Wanita yang bekerja sebagai make up artist ini didiagnosa terkena kanker payudara tahun 2005.

"Setelah kemo pasti badan lemas tapi saya mengatasinya dengan tidak melawan rasa sakit itu. Kalau lemas ya saya tidur, setelah itu saya bangun terus berjalan sekitar 15 menit kalo udah fresh lagi," kata Dinda kepada detikHealth usai Workshop Peduli Perempuan Indonesia 'Tanda-tanda Kelainan Payudara yang Perlu Diwaspadai' di Mayapada Hospital Jakarta Selatan, Lebak Bulus, Jakarta Selatan, Jumat (14/2/2014).

Setelah berjalan kaki dan berkeringat, ia mengaku tubuhnya terasa lebih enak. Sebab, Dinda berpikir bahwa kemoterapi adalah proses memasukkan 'racun' ke tubuh yang bertukuan mematikan sel kanker. Sehingga, dengan berjalan racun itu bisa dikeluarkan.

Begitu juga dengan hilangnya pola makan. Dinda menyiasatinya dengan tetap makan buah-buahan manis yang disukainya. "Saya tetap paksakan makan buah-buah yang emang saya suka," ujarnya.

Selain itu, mensugesti diri sendiri juga penting bagi Dinda. Caranya, dengan mengatakan bahwa dengan kemo pasti penyakit akan keluar dari tubuhnya. Selain itu, kemo juga bisa membuat kulit halus. Rambut yang rontok pasca kemo pun saat tumbuh bisa lebih baik lagi.

Awalnya, kanker payudara ditemukan Dinda saat ia menemukan benjolan ketika melakukan 'Sadari' alias Periksa Payudara Sendiri. Setelah berkonsultasi dengan rekan-rekan di Yayasan Kanker Indonesia, dua bulan Dinda sempat menjalani pengobatan alternatif selama dua bulan. Tapi yang ia rasakan justru payudaranya makin nyeri walaupun benjolannya mengecil.

"Hingga akhirnya saya berobat ke singapura. Selesai pengobatan saya pun menyalurkan hobi saya demi menyenangkan hati yaitu dandan," tandas Dinda.

Lebih Tabah

Kehilangan orang tercinta seperti suami pasti jadi hal yang memilukan bagi para istri. Hal ini berlaku juga ketika Dinda Nawangwulan (38) harus kehilangan sang suami dua tahun setelah menikah. Tapi, Dinda bisa sabar menerima kenyataan yang ada karena kanker payudara yang pernah dialaminya. Bagaimana bisa?

"Saya ingat sakit saya itu dimulai dari stres. Nah waktu suami meninggal, kalau saya stres terus sedih, ya saya bisa sakit lagi. Mungkin Allah kasih saya sakit seperti itu supaya saya kuat dan bisa berpikir positif," kata Dinda.

"Saat itu paling 6 bulan saya sedih. Soalnya saya nggak boleh, pasti saya yakin kalau suami ingin saya sehat. Temen dan keluarga juga ngasih support ke saya jadi buat apa saya sedih," lanjut Dinda saat menjadi pembicara di Workshop Peduli Perempuan Indonesia 'Tanda-tanda Kelainan Payudara yang Perlu Diwaspadai' di Mayapada Hospital Jakarta Selatan, Lebak Bulus, Jakarta Selatan, Jumat (14/2/2014).

Dinda dan suaminya, Alexander Abimanyu menikah di tahun 2007, tepatnya setelah pengobatan kanker Dinda selesai. Perkenalan terjadi saat Dinda menjalani kemoterapi kedua hingga berlanjut ke acara lamaran saat Dinda menjalani kemoterapi ketujuh.

Selama dua tahun mendampingi Dinda, Alex adalah sosok yang sangat men-support sang istri, terutama dalam hal-hal yang bisa menyenangkan hati Dinda. Oleh karena itu tahun 2007 ia mendirikan pinkshimmerinc di mana Dinda akan memberi edukasi tentang pencegahan dini kanker payudara sambil mendandani orang-orang baik yang sudah terkena kanker payudara .

"Tapi sayang di usia 33 dia harus pergi meninggakan saya karena serangan jantung. Tapi biar gimanapun he is my angel dan saya tahu almarhum selalu ingin melihat saya sehat," sambungnya.

Tidak cuma cara makan yang diubah Dinda, ia pun mengubah cara berpikirnya bahwa apa yang diberi Tuhan untuknya adalah yang terbaik baginya. Ia mulai mengurangi kentang goreng dan fast food. Makan makanan yang lebih natural dan tanpa pengawet.

"Makan di restoran boleh tapi batasi. Balance-lah antara pikiran kita makan itu harus seimbang. Yang penting makanan bervariasi. Jangan penyakit yang atur kita, kita yang kontrol penyakit. Kasih yang beda-beda biar penyakitnya ini bingung apa makanan yang bisa bikin dia tumbuh," tutup Dinda sambil tertawa.

(rdn/vit)

Berita Terkait