Hal itu disampaikan psikolog anak Vera Itabiliana, S.Psi. Ia mengatakan ada penelitian yang melihat foto-foto mahasiswi di buku tahunan sebuah universitas. Foto mahasiswi yang senyumannya lebih sumringah mengalami kehidupan yang lebih baik 30 tahun setelah lulus.
"Hal ini karena senyuman memiliki efek stimulasi di otak. Senyum bisa meredakan stres karena bikin orang bahagia. Tapi bukan sembarang senyum, yang memberi efek stimulasi yaitu Duchenne Smile di mana otot mata juga ikut tersenyum dan gigi pun terlihat," papar Vera di sela-sela Peringatan World Oral Health Day di Hotel Mulia, Jl. Asia Afrika, Senayan, Jakarta, Kamis (20/3/2014)
Bahkan ia mengatakan stimulasi otak sebagai efek tersenyum sama dengan seseorang makan 2.000 batang cokelat atau mendapat uang sebesar Rp 250 juta. Selain itu, Vera menuturkan ada pula penelitian terhadap pemain baseball tahun 1950-an yang difoto dan pemain yang difoto dengan wajah sumringah lebih panjang umur tujuh tahun.
"Nah, khususnya pada anak, senyum bermakna emosi positif misalnya senang, respons terhadap sesuatu menyenangkan, komunikasi dan indikator penting perkembangan keterampilan sosial anak," tambah Vera.
Bagaimana tidak, studi yang dilakukan peneliti di University of Tennessee menemukan bahwa anak usia lima tahun tersenyum sebanyak 7,7 kali per jam. Sementara orang dewasa tersenyum 17 kali sehari. Dijelaskan Vera, sejak bayi, anak sudah bisa tersenyum meskipun bersifat reflective atau hanya gerakan.
"Nah, di usia 4-6 minggu baru muncul social smile yang punya powerful impact karena bisa jadi obat lelah bagi pengasuh atau orang tua. Jadi, bisa dikatakan dengan tersenyum, anak bisa mengubah perilaku orang sekitar," papar Vera.
(rdn/vit)











































