Mengenal Kontraksi 'Palsu', Pemicu Nyeri pada Ibu Hamil

Mengenal Kontraksi 'Palsu', Pemicu Nyeri pada Ibu Hamil

- detikHealth
Selasa, 20 Mei 2014 19:37 WIB
Mengenal Kontraksi Palsu, Pemicu Nyeri pada Ibu Hamil
Ilustrasi (Foto: thinkstock)
Jakarta - Perut kontraksi selama mengandung memang lumrah dirasakan para ibu hamil. Hanya saja, terkadang ketika kontraksi dirasakan berlebihan, banyak pula ibu hamil yang khawatir dan gamang apakah kontraksi yang ia rasakan normal atau tidak.

Menanggapi hal ini, dr Hari Nugroho SpOG menuturkan pada dasarnya kontraksi pada ibu hamil ada dua macam yaitu kontraksi persalinan palsu atau biasa disebut kontraksi Braxton Hicks dan kontraksi asli untuk proses persalinan.

"Kontraksi Braxton Hicks mulai ada saat usia kehamilan di atas enam minggu. Kontraksi palsu ini terjadi hanya sesekali, tidak rutin dan tidak terasa nyeri," tutur dr Hari dalam perbincangan dengan detikHealth dan ditulis pada Selasa (20/5/2014).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Oleh karena itu, dikatakan dr Hari seringkali kontraksi Braxton Hiks tidak dirasakan oleh ibu. Nah, saat usia kehamilan diatas 20 minggu barulah ibu mulai merasakan kontraksi Braxton Hicks ini di mana ia merasa perutnya tegang dan saat diraba rahimnya pun mengeras.

Makin lama, kontraksi Braxton Hicks akan terasa makin kuat. Hingga terkadang kontraksi palsu ini bisa meyebabkan nyeri. Jika perut terasa nyeri, ibu hamil disarankan mencoba perubahan posisi tidur miring ke kiri atau posisi sampai ia merasa nyaman.

"Apabila kontraksi semakin sering walaupun sudah merubah posisi, nyeri semakin hebat dan kontraksi berpola, misal setiap 10 menit sekali, maka kemungkinan ini pertanda proses kelahiran. Oleh karena itu, segera temui tenaga medis terdekat," terang dokter yang praktik di RSUD Dr Soetomo Surabaya ini.

Apabila proses kontraksi terjadi di bawah usia kandungan 37 minggu dan terus berlanjut hingga ibu merasakan nyeri, maka harus segera diatasi. Jika tidak, akan berbahaya karena dapat menimbulkan risiko terjadinya persalinan prematur, demikian dikatakan dr Hari.



(rdn/up)

Berita Terkait