'Berwajah Ganda', Gizi Kurang dan Gizi Lebih Hambat Prestasi Anak Indonesia

'Berwajah Ganda', Gizi Kurang dan Gizi Lebih Hambat Prestasi Anak Indonesia

- detikHealth
Kamis, 05 Jun 2014 12:33 WIB
Berwajah Ganda, Gizi Kurang dan Gizi Lebih Hambat Prestasi Anak Indonesia
Foto: Ilustrasi (Thinkstock)
Jakarta - Di Indonesia, masalah gizi anak usia sekolah 5-12 tahun memiliki wajah ganda yakni berupa masalah gizi kurang atau gizi lebih. Pasalnya, menurut Riskesdas 2013, prevalensi anak pendek sebesar 30,7% dan kurus 11,2%. Sementara itu, prevalensi anak gemuk mencapai 18,8% dan di DKI angka gemuk dan sangat gemuk mencapai 30,1%.

Dikatakan Ketua Pusat Kajian Gizi dan Kesehatan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, Ir Ahmad Syafiq, MSc, PhD, dua masalah gizi tersebut terjadi bersamaan dan tentunya bisa menghambat prestasi anak di sekolah.

"Gizi baik adalah kunci utama keberhasilan anak karena gizi kurang bisa memengaruhi kemampuan konsentrasi dan kognitif anak, sedangkan gizi lebih menghambat anak bergerak dan kurang percaya diri saat bersosialisasi," tutur Syafiq.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Ia menambahkan, jika tidak menerima gizi yang mencukupi, bagaimana anak bisa beraktivitas dengan lancar. Oleh karena itu, dikatakan Syafiq penting adanya edukasi gizi di sekolah karena dalam keseharian 7-8 jam waktu anak dihabiskan di sekolah. Selain itu edukasi gizi ini pun penting bagi orang tua.

"Salah satunya lewat gerakan nusantara (minum susu setiap hari untuk anak cerdas aktif Indonesia) karena susu juga berperan penting untuk pertumbuhan anak," lanjut Syafiq di sela-sela Peluncuran Gerakan Nusantara 2014 'Minum Susu Tiap Hari untuk Anak Cerdas Aktif Indonesia' di gedung Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI, Jl Jend.Sudirman, Jakarta, Kamis (5/6/2014)

Tak hanya gizi baik, aktif bergerak pun penting dilakukan oleh anak-anak. Maka dari itu, dalam kesempatan yang sama, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Prof. Dr. Ir. Mohammad Nuh DEA menuturkan selain mendapat asupan gizi yang baik, anak juga perlu mendapat berbagai stimulasi untuk mengoptimalkan pertumbuhannya.

Nuh menungkapkan, dalam kurikulum 2013, objek pendidikan terdiri dari fenomena alam, sosial, dan seni budaya. Oleh karena itu, pembelajaran bisa dilakukan tidak hanya di dalam ruangan tetapi juga di luar kelas. Misalnya saja, setelah datang ke sekolah anak bisa melakukan observasi di lingkungan hingga mereka bisa bernalar, bereksperimen, dan mengkomunikasikan informasi yang didapat.

"Saat anak datang, ajak keluar kelas untuk observasi lingkungan. Suruh anak menghadap timur agar mendapat sinar matahari yang berguna untuk pertumbuhan tulang. Sambil mendapat pembangkit vitamin D bisa beri pembelajaran contohnya dengan pertanyaan mengapa matahri terbit dari timur. Jadi sambil dia mendapatkan sinar matahari, bisa juga belajar fenomena alam," terang Nuh.

(rdn/up)

Berita Terkait