"Walaupun manfaatnya luar biasa (bagi kehamilan), tapi olahraga tidak boleh dilakukan pada misalnya orang yang sakit jantung, atau orang yang sakit paru," ungkap dr Ova Emilia, M.Med.Ed., SpOG(K)., Ph.D., dalam acara bedah buku 'Tetap Bugar dan Energik Selama Hamil' di Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, seperti ditulis pada Rabu (24/9/2014).
Peringatan ini juga berlaku untuk para wanita yang mengalami inkompetensi serviks atau leher rahimnya lemah; kehamilan kembar; sempat pendarahan; pernah merasakan kelahiran prematur sebelumnya atau pecah ketuban; hingga kehamilan yang berkaitan dengan hipertensi atau preeklamsia.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut dr Ova, bila tanda-tanda ini muncul, maka si ibu hamil harus langsung menghentikan rutinitas olahraga yang dilakukannya. Tanda-tanda yang dimaksud antara lain:
- pendarahan pada vagina
- sesak napas
- pusing
- nyeri otot
- ketuban pecah
- persalinan prematur
Itulah sebabnya dokter spesialis obstetri dan ginekologi yang berpraktik di RSUP Dr Sardjito Yogyakarta tersebut menyarankan ibu hamil untuk melakukan olahraga ringan atau bersifat low impact seperti jalan kaki, berenang, yoga atau senam hamil. Hal ini dilakukan untuk mengantisipasi adanya komplikasi kehamilan ketika si ibu hamil sedang giat-giatnya menjaga kesehatan dan kebugaran tubuhnya dengan berolahraga.
"Kalau dirasa pusing atau tidak enak badan, sebaiknya tidak perlu olahraga keesokan harinya. Sangat tidak disarankan melakukan olahraga dengan impact tinggi misalnya angkat beban yang bisa meningkatkan detak jantung," kata dr Hari Nugroho SpOG dari RSUD Dr Soetomo kepada detikHealth beberapa waktu lalu.
Menurutnya, olahraga dengan impact tinggi dapat meningkatkan metabolisme ibu hamil secara drastis. Akibatnya, dikhawatirkan terjadi kekurangan pasokan nutrisi yang seharusnya dikirimkan jantung lewat peredaran darah.
"Pada olahraga angkat beban misalnya, dikhawatirkan terjadi peningkatan tekanan di dalam perut yang bisa membuat tekanan di dalam rahim meningkat. Akibatnya risiko keguguran ikut meningkat," tutupnya.
(lil/up)











































