Padahal menurut dr Nova Riyanti Yusuf, SpKJ, dosen di Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti, sebutan seperti orang gila dan sebagainya sudah tak boleh lagi digunakan. Pasalnya tak semua orang dengan masalah kejiwaan pasti orang dengan gangguan jiwa.
"Jadi sudah nggak boleh lagi panggil dengan sebutan orang gila begitu ya. Karena ada dua, orang dengan masalah kejiwaan (ODMK) dan orang dengan gangguan kejiwaan (ODGK)," tutur wanita yang akrab disapa Noriyu tersebut di sela-sela pra peluncuran buku terbarunya "A Rookie & The Passage of The Mental Health Law; The Indonesian Story" di Bunga Rampai, Jl Teuku Cik Ditiro No 35, Menteng, Jakarta Pusat, Rabu (8/10/2014).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Beberapa contoh masalah kejiwaan yang biasa dikategorikan sebagai ODMK adalah seseorang yang memiliki masalah galau kronis dan stres, yang mengakibatkan turunnya kualitas hidup orang tersebut.
Sementara orang dengan gangguan jiwa (ODGJ) adalah pasien pengidap gangguan jiwa yang sudah terdektesi penyakitnya oleh dokter. Dengan kata lain, orang tersebut sudah berobat dan mendapat diagnosis dan penanganan untuk penyakitnya.
Terlepas dari kedua sebutan tersebut, Noriyu mengatakan bahwa bertepatan dengan Mental Health Awareness Week yang jatuh pada 5-11 Oktober 2014, sudah seharusnya masyarakat lebih mawas soal penyakit dan gangguan jiwa. Sehingga diharapkan tidak ada lagi stigma negatif pada mereka yang berasal dari masyarakat.
"Jadi jangan menganggap bahwa anggota keluarga atau orang lain dengan gangguan jiwa sebagai masalah. Mereka manusia juga, sama seperti kita. Hanya saja sedang sakit dan butuh perawatan, penanganan dan penyembuhan," pungkasnya.
(rsm/up)











































