Anak-anak dikatakan oleh psikolog forensik Kamala London, PhD, dari University of Toledo belum matang sempurna secara neurologis. Mereka bisa memberikan kesaksian namun akan sangat terpengaruh dari bagaimana cara orang dewasa menanyakan suatu kejadian.
Saat anak-anak ditekan atau ditanyai secara sugestif mereka bisa memberikan apa yang mau diketahui dengan detail meski informasi tersebut tidak benar terjadi. Hal ini dikatakan oleh Kalama adalah karena false memory atau ingatan palsu. Anak tidak berbohong karena bagi mereka kejadian palsu tersebut benar-benar terjadi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ingatan palsu ini dikatakan oleh Kamala tak terjadi pada anak-anak saja tapi juga orang dewasa. Ia memberi contoh seperti yang terjadi pada suatu penelitian tentang saksi mata peristiwa tabrakan.
"Jawaban reponden saat ditanya 'bagaimana mobil menabrak mobil lain' berbeda dengan reponden yang ditanya 'bagaimana mobil menghantam mobil lain'. Mereka yang ditanya dengan kata 'menghantam' memberikan deskripsi kecepatan yang lebih besar lengkap dengan detail kaca-kaca berserakan," papar Kamala dalam acara diskusi di Restoran Meradelima, Jakarta Selatan, Jumat (27/2/2015).
Responden yang memberikan detail lengkap dengan kaca berserakan tersebut memiliki ingatan palsu. Pada anak kasus ingatan palsu serupa bisa diperparah karena imajinasi dan keinginannya untuk mematuhi orang dewasa. Kamala mengatakan anak memiliki kecenderungan untuk memberikan jawaban yang dianggap memuaskan orang yang bertanya.
Baca juga: Terbiasa Tidur Setelah Belajar, Ini yang Terjadi Pada Otak
"Anak-anak mudah percaya pada suatu hal sering ia dengar. Kita tidak bisa membedakan pernyataan benar atau palsu anak karena bagi mereka kejadian tersebut benar-benar terjadi," lanjut Kamala.
"Jadi biarkan anak-anak bercerita dengan kata-katanya sendiri. Anak bisa memberikan kesaksian yang dapat diandalkan jika orang dewasa tidak mengarahkan pertanyaan," tutupnya.
(Firdaus Anwar/Nurvita Indarini)











































