Menanggapi hal tersebut, grup hak asasi manusia (HAM) Amnesty International berpendapat jika kebijakan diterapkan maka akan ada hak wanita yang dilanggar. Hak-hak wanita Iran akan kembali mundur seperti dua dekade yang lalu.
Baca juga: Disterilisasi Paksa, Wanita Positif HIV Asal Chile Gugat Pemerintah
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Amnesty International memperingatkan bahwa dengan melarang keluarga berencana (KB) yang terkait sterilisasi dan kontrasepsi maka risiko kehamilan yang tak diingankan akan meningkat. Seiring dengan meningkatnya jumlah kehamilan yang tak diinginkan kasus aborsi juga akan bertambah.
Hingga beberapa tahun yang lalu Iran sebetulnya menjalankan program KB untuk mengatur populasi. Pemerintah memberikan vasektomi bersubsidi, kondom gratis, dan kontrasepsi yang murah. Namun kini dalam rancangan undang-undang (RUU) yang baru hal tersebut berubah.
Salah satu hal yang disebut ada dalam RUU adalah instruksi untuk perusahaan swasta dan negara memprioritaskan pria dengan anak, pria menikah tanpa anak, dan wanita dengan anak ketika mempekerjakan pegawai. RUU juga disebut akan mempersulit perceraian dan menghambat polisi serta intervensi hukum dalam perselisihan keluarga sehingga wanita dikhawatirkan lebih berisiko alami kekerasan di rumah tangga.
"Daripada menambah diskriminasi yang harus dihadapi oleh wanita Iran, pihak berwenang harusnya mengakui bahwa wanita adalah manusia yang punya hak dasar dan membatalkan hukum yang sangat mendiskriminasi itu," tutup Sahraoui.
Baca juga: Pernikahan Dini Masih Banyak Terjadi, Program KB Sulit Terwujud
(fds/vta)











































