Salah satu cara tersebut yaitu dengan menggunakan jarum yang dialiri listrik. Jarum akan diposisikan pada bagian otak yang dituju dan kemudian listrik dialirkan untuk membuat luka bakar kecil. Teknik ini disebut lesioning dan Profesor Shinici Goto dari Kumamoto Takumadai Rehabilitation Hospital, Jepang, mengatakan luka akan mengurangi gejala seperti gemetar, kaku, dan gerakan tak terkendali pasien parkinson.
Baca juga: Beragam Cara untuk Meningkatkan Kualitas Hidup Orang dengan Parkinson
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Goto mengatakan kini prosedur terbaru yang lebih sering digunakan adalah Deep Brain Stimulation (DBS). Lewat cara ini dokter akan menggunakan implan yang ditanam pada otak kemudian dialiri listrik sesuai kebutuhan. Aliran listrik tersebut mengalir dari baterai yang harus terus dibawa pasien dan berfungsi untuk merangsang otak memproduksi dopamin, senyawa yang bertugas menghantarkan perintah aktivitas motorik antar saraf.
Baik lesioning dan DBS memiliki keunggulan dan risikonya masing-masing. Goto menjelaskan pada lesioning luka yang dihasilkan permanen sehingga apabila dokter meleset satu milimiter saja dari sasaran pasien bisa berisiko alami kelumpuhan. Sementara itu pada DBS, implan di dalam kepala yang digunakan sifatnya tidak permanen sehingga harus diperiksa berkala dan diganti sesuai kebutuhan.
"DBS ini berisiko infeksi karena harus diganti secara berkala," lanjut Goto.
"Beberapa pasien muda lebih senang lesioning karena mereka tidak suka ide membawa-bawa baterai setiap saat," pungkasnya.
Di Indonesia dua jenis operasi tersebut sebetulnya bisa dilakukan. Namun sayang masih sedikit dokter yang memiliki kompetensi untuk menjalankan operasi terutama DBS karena dianggap masih baru.
Baca juga: Ilmu Baru, Masih Sedikit Dokter di RI yang Bisa Operasi Otak Pasien Parkinson
(fds/vta)











































