Hal tersebut diungkapkan Kartono Muhammad, selaku dewan penasihat Komnas Pengendalian Tembakau. Ia menyebut berdasarkan data Riskesdas tahun 2007, anak yang terpapar asap rokok akan memiliki pertumbuhan badan yang tidak optimal dan mengalami stunting.
"Jadi bisa dibayangkan anak kita kelak adalah generasi cebol. Jangankan menjadi tentara misal, jadi atlet saja susah. Karena kapasitas paru anak-anak dipapar asap rokok tidak mungkin bisa berkembang sempurna, napasnya pendek sehingga kita tidak mungkin punya atlet yang berkualitas karena mudah kehabisan napas," terang Kartono.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kita punya generasi yang inferior. Mustahil bangsa perokok menjadi bangsa olahragawan," imbuh Kartono di sela-sela konferensi pers 'Negara Tidak Hadir Melindungi Anak' di Kantor Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Jl. Samratulangie, Menteng, Jakarta Pusat, Rabu (18/3/2015).
Kartonon menegaskan jika pemerintah tetap membiarkan rokok dipasarkan dengan target anak dan remaja, maka berarti pemerintah lebih senang melindungi industri rokok daripada melindungi anak-anak Indonesia. "Banyak anak merokok, pemerintah biarkan industri rokok secara sadar dan sengaja menghancurkan bangsa ini. Padahal industri rokok sendiri tahu rokok berbahaya dan bisa menghancurkan generasi muda," katanya.
Dalam kesempatan yang sama, dr Hakim Sorimuda Pohan, Sp.OG selaku pengurus Komnas Pengendalian Tembakau menuturkan di Indonesia, di semua tempat orang boleh merokok. Kecuali di kawasan tanpa rokok (KTR) yaitu tempat layanan kesehatan, tempat belajar mengajar, tempat ibadah , tempat main anak, tempat kerja, ruangan umum, dan kendaraan umum. Maka dari itu ia menegaskan Pemda wajib menetapkan KTR.
Baca juga: Sehari 2 Bungkus, 'Marlboro Boys' dari Sukabumi Merokok Sejak Umur 4 Tahun
"Ini saja bisa dipenuhi, peradaban rokok kita mendingan. Di negara lain, di mana pun tidak boleh merokok kecuali di tempat khusus bagi orang merokok," kata dr Hakim. Ia juga menyinggung soal narkoba yang disebut merupakan 1 genus yang terdiri dari 3 'spesies' yaitu narkotika, psikotropika dan bahan adiktif.
"Korban yang sering disuarakan 40-50 manusia Indonesia meninggal tiap harinya karena narkoba. Sedangkan, 660 orang tiap hari meninggal karena penyakit yang berhubungan dengan rokok, tiap jam 27 orang. Jadi begitu dahsyat kematian akibat rokok melebihi narkoba," kata dr Hakim.
Apalagi, bersasarkan riskesdas dan riset lainnya selama 10 tahun terakhir ditemukan bahwa perookok anak usia 10-18 tahun per tahun meningkat jumlahnya sebanyak 16-17%. dr Hakim menuturkan jika kesadaran akan bahaya rokok berhasil ditingkatkan, maka pertambahan perokok bisa dikurangi meskipun tidak langsung menjadi 0%.
"Anggaran kampanye dan motivasi tinggi, bisa turun 1%. Sehingga butuh waktu 17 tahun untuk menekan angka ini menjadi 0%. Jadi petani tembakau tidak akan gulung tikar," pungkas dr Hakim.
(rdn/vta)











































