Di Indonesia, rata-rata biaya yang dikeluarkan satu orang pasien untuk melakukan hemodialisis bisa di atas kisaran Rp 10 juta untuk satu tahun. Besarnya biaya yang dikeluarkan untuk hemodialisis ini ternyata juga dihadapi oleh banyak negara di dunia, termasuk Australia.
Dilansir ABC Australia, Kamis (19/3/2015), Profesor Vlado Perkovic dari The George Institute for Global Health mengatakan bahwa 2,5 juta orang di dunia mengalami gagal ginjal. Angka ini akan bertambah dalam waktu 20 tahun, dan diperkirakan pada 2035 pengidap gagal ginjal akan mencapai lebih dari 5 juta orang.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Atas dasar itu, the George Institute, the International Society of Nephrology dan the Asian Pacific Society of Nephrology, mengadakan sayembara. Barangsiapa yang dapat membuat mesin hemodialisis dengan harga Rp 10 juta, akan mendapat hadiah Rp 1 miliar.
"Target kami adalah membuat mesin hemodialis dengan harga Rp 10 juta dan dapat melakukan hemodialisis sebaik mesin yang ada saat ini. Sebabnya, salah satu alasan mengapa hemodialisis mahal adalah perangkat mesin yang digunakan memiliki harga antara Rp 100 juta hingga Rp 600 juta, tergantung kecanggihannya," tutur Prof Perkovic.
Prof Perkovic menjelaskan bahwa mesin yang ada saat ini menggunakan tenaga listrik untuk dioperasikan. Tenaga yang dibutuhkan pun cukup besar sehingga biaya listrik pun termasuk ke dalam biaya yang harus dibayar pasien.
Selain itu, penggunaan air murni (purified water) sebagai pengganti cairan darah juga memakan biaya yang cukup besar. Jika kedua masalah ini terpecahkan, Prof Perdovic mengatakan bahwa mesin hemodialisis murah pasti bisa diciptakan.
"Solusi untuk listrik lebih mudah ditangani. Jika mesin menggunakan baterai bertenaga besar, atau tenaga matahari, tentunya biaya yang dikeluarkan untuk mengoperasikan mesin juga akan berkurang," tuturnya.
"Air murni memang menjadi tantangan utama. Sebabnya cairan ini akan dimasukkan ke dalam tubuh untuk menggantikan darah, orang tentu tak ingin air kotor yang masuk ke tubuhnya kan? Meski saat ini sudah ada teknologi yang merubah air biasa menjadi air bersih, namun air tersebut belum bisa digunakan untuk hemodialiis," tuturnya.
Biaya lain seperti penggunaan tabung infus plastik dan alat-alat lainnya menurut Prof Perkovic juga bisa ditekan jika menggunakan sistem daur ulang. Oleh karena itu, ia berharap ada insinyur atau teknisi yang mampu mewujudkan mimpinya tersebut.
"Batas akhir sayembara berakhir di tahun ini. Aku harap para peserta mendaftarkan alat mereka dalam bentuk protipe yang sudah dapat digunakan, tak hanya dalam bentuk sketsa atau rancangan," tuturnya.
Baca juga: Kurangi Komplikasi, Dokter Italia Bikin Mesin Dialisis untuk Bayi (Muhamad Reza Sulaiman/AN Uyung Pramudiarja)











































