Penelitian untuk mencegah bahaya tersebut sudah dilakukan berbagai negara, termasuk Australia. Australian National University (ANU) melakukan penelitian yang cukup unik. Mereka mencari tahu hubungan antara kasus korupsi di suatu negara dengan praktik pemberian antibiotik tak tepat guna oleh tenaga kesehatan.
Dr Sanjaya Senanayake dari Australian National University mengatakan bahwa korupsi di suatu negara memiliki kaitan erat dengan resistensi antibiotik. Sistem keamanan dan pengawasan yang buruk ditengarai sebagai penyebab utamanya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Baca juga: Setelah Tiga Dekade 'Macet', Antibiotik Jenis Baru Akhirnya Ditemukan
"Nah, hal yang sama juga berlaku bagi pengawasan dan penggunaan antibiotik. Tanpa adanya pengawasan yang ketat, orang akan dengan mudah meresepkan antibiotik yang berujung pada resistensi, serta penularan bakteria yang lebih ganas," tutur Dr Senanayake, dikutip dari ABC Australia, Kamis (19/3/2015).
Penelitian dilakukan Dr Senanayake di negara-negara Eropa. Ia melihat bagaimana penggunaan antibiotik di negara tersebut, efeknya bagi kesehatan serta kasus korupsi yang terjadi. Hasilnya, negara-negara Eropa Timur dan Selatan memiliki kasus resistensi antibiotik terbanyak.
30 Persen kasus resistensi antibiotik di Eropa Timur dan Selatan diakibatkan oleh peresepan antibiotik yang berlebihan. Sisanya ternyata berasal dari penularan bakteri dari hewan ke manusia, yang bersumber dari daging hewan yang dimakan.
"E-coli adalah bakteri paling sering ditemukan pada binatang dan hewan. Di beberapa negara, hewan ternyata juga diberikan antibiotik untuk mengobati penyakitnya. Hal ini dapat meningkatkan kasus resistensi di mana bakteri yang sudah bermutasi di tubuh binatang dapat masuk ke tubuh manusia, dan menyebabkan penyakit," pungkasnya.
Baca juga: 'Sedikit-sedikit' Pakai Antibiotik, Ini Dampaknya Bagi Kesehatan (Muhamad Reza Sulaiman/Nurvita Indarini)











































