Hal itu disampaikan dr Sunarya Soerianata, SpJP(K), Ketua Kolegium Ilmu Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah. Karena tak paham gejalanya alhasil pasien jarang mendapat pengobatan karena hanya dikerik atau dibawa istirahat.
"Kalau nyeri dada, atau sesak napas, dibilangnya masuk angin. Nanti ketika tiba-tiba meninggal disebutnya angin duduk atau kesambet. Ini yang menyebabkan masih tingginya kematian akibat penyakit jantung di Indonesia," tuturnya dalam konferensi persi Annual Scientific Meeting of Indonesian Heart Association (ASMIHA) ke 24 di Hotel Ritz Carlton, Kawasan Mega Kuningan, Jakarta Selatan, Jumat (10/4/2015.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Oleh karena itu ASMIHA ke 24 mengambil tema soal gerakan bersama mengatasi penyakit jantung. Pertemuan ilmiah yang diselenggarakan selama tiga hari ini akan dihadiri oleh kurang lebih 1.500 dokter dari berbagai kalangan, termasuk dokter umum, dokter penyakit dalam hingga dokter spesialis jantung.
Beberapa simposium yang diadakan akan mengambil judul soal penanganan penyakit jantung di zaman modern, langkah-langkah peningkatan upaya promotif dan preventif serta pembangunan jejaring bersama untuk mengatasi penyakit jantung.
Diharapkan dengan adanya pertemuan ilmiah ini, kompetensi dokter, terutama dokter umum, akan meningkat untuk mengatasi penyakit jantung. Sehingga tidak ada lagi masyarakat Indonesia yang meninggal karena penyakit jantung.
dr Anwar Santoso, SpJP(K), Ketua Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia mengatakan di era sistem jaminan sosial, penyakit jantung termasuk salah satu penyakit yang menyedot biaya tinggi. Laporan dana pengeluaran Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan tahun 2014 mengatakan penyakit jantung menyedot kurang lebih 26 persen dana pengeluaran.
Baca juga: Studi: Orang Pendek Lebih Berisiko Kena Penyakit Jantung Koroner
"Penyakit jantung, termasuk jantung koroner, operasi bypass, pemasangan ring dan lain lain menyedot dana 26 persen. Kurang lebih Rp 11 triliun dari total pengeluaran BPJS yang mencapai Rp 40 triliun," tutur dr Anwar.
Hal ini sebetulnya dapat dicegah jika pengetahuan masyarakat soal penyakit sudah memadai. Masalahnya, kurangnya kesadaran masyarakat menyebabkan penyakit jantung sering diremehkan sehingga pasien terlambat mendapat pertolongan dokter.
"80 Persen penyakit jantung sebenarnya bisa dicegah oleh dokter-dokter umum di fasilitas kesehatan primer. Dan satu per tiga kematian akibat penyakit jantung terjadi karena terlambat mendapat pertolongan. Karena itu kewaspadaan soal penyakit ini harus lebih ditingkatkan," tukas dr Anwar.
(rsm/up)











































