Ini yang Perlu Dilakukan untuk Mencegah Kematian Akibat Penyakit Jantung

Ini yang Perlu Dilakukan untuk Mencegah Kematian Akibat Penyakit Jantung

Muhamad Reza Sulaiman - detikHealth
Senin, 13 Apr 2015 09:53 WIB
Ini yang Perlu Dilakukan untuk Mencegah Kematian Akibat Penyakit Jantung
Foto: Ilustrasi/Thinkstock
Jakarta - Penyakit jantung koroner ataupun serangan jantung dapat menyerang secara tiba-tiba. Untuk mengurangi angka kematian akibat penyakit jantung, pakar mengatakan perlu adanya jejaring kerja sama antara seluruh elemen masyarakat.

dr Sunarya Soerianata, SpJP(K), Ketua Kolegium Ilmu Penyakit Jantung dan Pembuluh darah mengatakan golden time untuk mengobati serangan jantung adalah 6 hingga 12 jam setelah terjadinya serangan. Namun kurangnya fasilitas dan minimnya informasi di masyarakat membuat tak sedikit pasien akhirnya meninggal karena tak mendapat pertolongan.

"Nah time delay ini yang menjadi masalah. Karena fasilitas pelayanan jantung seperti EKG (alat rekam jantung -red) tidak terdapat di semua rumah sakit, makanya banyak yang tidak terselamatkan," tutur dr Sunarya dalam konferensi pers Annual Scientific Meeting of Indonesian Heart Association (ASHIMA) di Hotel Ritz Carlton, Kawasan Mega Kuningan, dan ditulis pada Senin (13/4/2015).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Baca juga: Mewujudkan Kota Ramah Jantung di Indonesia, Bisakah?

Salah satu cara untuk mengurangi kematian akibat time delay tadi menurut dr Sunarya adalah membuat jejaring kerjasama lintas elemen. Teknisnya, seluruh elemen mulai dari masyarakat, tenaga kesehatan hingga pemerintah daerah bahu membahu mencegah kematian akibat penyakit jantung.

Hal pertama yang harus dilakukan adalah memberikan edukasi kepada masyarakat soal bagaimana melakukan resusitasi atau CPR ketika ada seseorang yang mengalami serangan jantung. Edukasi diberi
kan terkait apa yang harus dilakukan, seperti mendudukkan pasien, memberikan napas buatan serta memompa jantung menggunakan tangan.

Yang kedua adalah melengkapi seluruh fasilitas kesehatan tingkat pertama (FKTP) seperti puskesmas dan klinik dengan alat rekam jantung komplet. Hal ini diperlukan sehingga masyarakat tidak lagi kebingungan harus membawa ke mana pasien yang mengalami serangan jantung.

"Rumah sakit kita kan ada kelasnya A, B, C, D. Itu percuma kalau masyarakat masih bingung melakukan rujukan soal penyakit jantung. Kalau semuanya, termasuk puskesmas dan klinik punya EKG jadinya time delay tadi bisa dipangkas karena masyarakat nggak bingung mau dibawa ke mana ini orang yang kena serangan jantung," paparnya lagi.

Terakhir adalah bantuan pemerintah daerah. Bantuan pemerintah daerah diperlukan dalam hal pendanaan untuk pengadaan alat-alat rekam jantung di puskesmas dan klinik. Pemerintah daerah tentunya memiliki dana untuk melakukan hal tersebut, yang bisa diambil dari dana penyelenggaraan upaya promotif dan preventif.

Baca juga: Sakit Jantung Tak Hilang dengan Dikerok, Yuk Lebih Waspada

"Yang paling penting ini siapa sutradaranya. Kalau PERKI kan nggak mungkin, kami organisasi profesi mana punya dana sebesar itu. Kami hanya menyediakan sistem seperti ini, tinggal pemerintah daerahnya saja mau nggak menjalankan," tukas dr Sunarya lagi.

Uji Coba di Jakarta Barat

dr Sunarya mengatakan bahwa sistem jejaring kerja sama ini sudah dipresentasikan oleh PERKI pada forum American  College of Cardiology Congress 2 minggu yang lalu di San Diego, Amerika Serikat. Berbekal pengalaman melakukan uji coba selama 6 bulan di Jakarta Barat, PERKI mencoba mengenalkan sistem ini kepada dokter-dokter jantung dari berbagai belahan dunia.

"Kita sudah uji coba selama 6 bulan di Jakarta Barat. Hasilnya positif dan disambut baik oleh Dinas Kesehatan Kota maupun provinsi," ungkap dr Sunarya.

Uji coba sistem ini dilakukan dengan memberikan pelatihan kepada masyarakat umum. Setelah itu, pelatihan juga diberikan kepada dokter-dokter umum yang praktik di klinik dan puskesmas.

Menurut dr Sunarya, ada kenaikan signifikan soal pelayanan pemeriksaan jantung. Kenaikan ini didapat dari jumlah kunjungan gawat darurat untuk penyakit jantung yang meningkat di beberapa rumah sakit di Jakarta Barat. Sayangnya, tidak ada data spesifik soal berapa persen kenaikan yang terjadi.

Namun menurut dr Sunarya, apa yang bisa dilakukan dengan jejaring kerja sama ini tentunya lebih besar daripada tidak melakukan apa-apa sama sekali. Ke depannya, ia berharap uji coba bisa dilakukan di beberapa daerah lain dan jika sukses, dijadikan model percontohan untuk dilakukan di kota-kota besar lain di Indonesia.

"Kemarin kan di Jakarta Barat. Setelahnya kita akan coba ke Jakarta Pusat, lalu Jakarta Utara. Tinggal bagaimana sutradaranya, dalam hal ini pemda, dapat membantu menyediakan infrastuktur yang dibutuhkan," pungkas dr Sunarya. (Muhamad Reza Sulaiman/Nurvita Indarini)

Berita Terkait