Lika-liku Kehidupan Gunarso, 42 Tahun Hidup Menyandang Hemofilia

True Story

Lika-liku Kehidupan Gunarso, 42 Tahun Hidup Menyandang Hemofilia

- detikHealth
Kamis, 16 Apr 2015 10:34 WIB
Lika-liku Kehidupan Gunarso, 42 Tahun Hidup Menyandang Hemofilia
Gunarso dan istrinya, Novi (Foto: Reza/detikHealth)
Jakarta -

Sekilas, tak ada yang aneh dari penampilan Mohammad Gunarso. Namun siapa sangka, lelaki berkacamata ini ternyata sudah hidup selama 43 tahun sebagai penyandang hemofilia.

‎Didampingi sang istri, Novi Riandini, pria yang akrab disana Gungun ini menceritakan hidupnya sebagai penyandang hemofilia. Sejak pertama didiagnosis hemofilia, Gungun sudah akrab dengan bengkak dan pendarahan di sekujur tubuh.

"Dulu pas SD saya sama sekali nggak ikut pelajaran olahraga, soalnya sering pendarahan. Tapi begitu sudah agak besar SMP dan SMA sudah ikut, walau terbatas dan dalam pengawasan guru," tutur Gungun dalam temu media Hari Hemofilia Internasional di Hotel Double Tree, Jl Pegangsaan Timur, Cikini, Jakarta Pusat, dan ditulis Kamis (16/4/2015).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Tumbuh sebagai penyandang hemofilia membuat Gundun menjadi tertutup dan pemalu. Pengobatan secara terus-menerus serta episode pendarahan yang berlangsung selama 7 hingga 10 hari membuatnya sulit bergaul dengan teman sebaya.

Apalagi ia memiliki cacat permanen di kaki kiri. Di kelas 3 SD, pangkal paha kirinya bengkak dan mengalami pendarahan. Pengobatan yang diberikan oleh dokter kala itu ternyata tidak sesuai. Alhasil, ‎kaki kirinya tidak tumbuh normal.

"Kelas 3 SD pangkal paha kiri bengkak. Waktu itu sudah berobat bolak-balik ke dokter hingga saya 40 hari nggak masuk sekolah. Cuma pengobatannya kurang sesuai, akhirnya kaki kiri saya tumbuh lebih kecil, ototnya lebih lemah daripada kaki kanan," paparnya lagi.

Baca juga: Pada Pengidap Hemofilia, Perdarahan Kecil Bisa Berdampak Fatal

Namun kehidupannya berubah ketika mengenal Novi di dunia perkuliahan. Sama-sama mengambil jurusan komputer, Gungun dan Novi mulai dekat ‎dan akhirnya berpacaran. Sifat Gungun yang tertutup membuat Novi lebih sering aktif membuka komunikasi.

Setelah beberapa lama berpacaran, Novi pun menceritakan bahwa ia ternyata mengidap skoliosis, salah satu kelainan pada tulang punggung. Novi bercerita pada Gungun bahwa ia harus hidup dengan per yang terpasang di punggungnya.

"Karena dia membuka diri duluan, saya juga terpancing. Akhirnya saya cerita juga kalau saya mengidap hemofilia. Dan alhamdulillah dia nggak masalah dengan itu dan akhirnya kami menikah tahun 1998," ungkapnya.

Sudah menikah bukan berarti kehidupan Gungun dan Novi lantas bahagia. Pengobatan hemofilia yang mahal kini harus ia tanggung sendiri. Tak lagi berpangku tangan kepada jaminan asuransi orang tua.

Novi bercerita bahwa mereka sempat kelimpungan ketika harus menanggung biaya pengobatan yang mencapai puluhan juta. Dengan episode pendarahan Gungun yang rentang waktunya 7 hingga 10 hari, biaya yang dihabiskan bisa mencapai Rp 30 juta.

"Kalau satu episode itu butuh kira-kira 5 vial obat suntik. Satu vial harganya Rp 6 juta, dikali 5 jadi Rp 30 juta untuk 7 hingga 10 hari," urai Novi.

Periode tersebut tak berlangsung lama. Dengan berbagai upaya, Gungun pun akhirnya sukses menjadi penerima Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas) dari pemerintah. Sejak tahun lalu, ia juga sudah terdaftar sebagai peserta BPJS sehingga pembiayaan untuk obat bisa tertangani.

‎Memang, penanganan pendarahan bagi penyandang hemofilia tak hanya bisa ditangani dengan obat suntik. Ada metode lain yakni tranfusi plasma darah. Hanya saja, Gungun sering mengalami alergi yang mengakibatkan sekujur tubuhnya bengkak.

Baca juga: Ini Sebabnya Anak Penyandang Hemofilia Belum Tentu Mewarisi Penyakitnya

"Alhamdulillah tapi kami sangat terbantu dengan BPJS. Meskipun kadang obatnya habis, karena rumah sakit beli obatnya tiap 3 bulan sekali. Jadinya obatnya ada kuotanya," tutur Novi lagi.

Kini Gungun dan Novi sudah menjalani hidup normal. Menjalani pengobatan hemofilia membuat pasangan ini kenal dengan Prof Djajadiman, SpA(K), Ketua Himpunan Masyarakat Hemofilia Indonesia. Pasangan ini pun aktif di organisasi tersebut dan memiliki pekerjaan tetap serta anak-anak yang sehat.

"Saya kerja di bidang IT, alhamdulillah saya dan istri aktif juga di HMHI. Anak-anak sehat, dua-duanya laki-laki dan sudah di tes laboratorium tidak mengidap hemofilia," pungkasnya.

(rsm/up)

Berita Terkait