Peneliti Kembangkan Vaksin yang Disebut Berpeluang Lawan Virus Ebola

Peneliti Kembangkan Vaksin yang Disebut Berpeluang Lawan Virus Ebola

- detikHealth
Jumat, 24 Apr 2015 07:08 WIB
Peneliti Kembangkan Vaksin yang Disebut Berpeluang Lawan Virus Ebola
ilustrasi: Gettyimages
Jakarta - Ebola pertama kali ditemukan pada tahun 1976 di Sudan dan Kongo. Para pakar menduga bahwa virus Ebola sudah hidup dalam tubuh kelelawar pemakan buah atau codot. Virus tersebut kemudian menyebar ke hewan lain dan kemungkinan menjangkiti manusia melalui darah saat mereka membersihkan darah hewan buruan yang sudah terkontaminasi.

Kini sebuah studi di University of Texas Medical Branch di Galvestonada kera diharapkan bisa membuka peluang adanya obat pertama yang sedang dikembangkan untuk melawan virus Ebola. Obat ini disebut memiliki cara kerja dengan melawan jaringan virus yang sudah mewabah di Afrika Barat.

"Penelitian ini menggunakan enam ekor kera yang sudah terinfeksi virus Ebola, tiga diantaranya diberikan vaksin Ebola Makona, sisanya tidak. Hasilnya adalah tiga kera yang diberi vaksin mengalami kesembuhan, sedangkan tiga lainnya meninggal dunia," tutur Dr Thomas W. Geisbert, ahli Ebola di University of Texas Medical Branch selaku ketua peneliti, dikutip dari NY Times, Jumat (24/4/2015)

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Ebola Makona sedang diuji pada pasien Ebola di Sierra Leone, Afrika Barat namun hasilnya belum dikonfirmasi. Vaksin ini pernah diciptakan untuk mengobati keluhan yang sedikit berbeda di Amerika Serikat. Namun, hasilnya masih belum diketahui karena saat masa pengobatan, pasien juga menerima perawatan lain di waktu yang sama.

Baca juga : Bayi Usia 9 Bulan Jadi Korban Ebola Terbaru di Sierra Leone

Vaksin yang diberikan secara intravena ini dapat menyebabkan gejala seperti flu, sakit kepala, menggigil dan demam. Geisbert yang merupakan salah satu penemu utama siRNAs untuk virus Ebola menuturkan beberapa gejala tersebut termasuk kategori yang mengganggu RNAs atau siRNAs yang bekerja dengan menghalangi virus dan merusak kemampuannya untuk menjangkiti sesuatu.

"Desain obat ini sangat bervasiasi, tergantung pada urutan genetik virus yang dapat bermutasi dan berkembang," kata Geisbert. Lebih lanjut, ia menuturkan versi awal Ebola Makona diciptakan untuk melawan wabah sebelumnya di Kikwit. Oleh karena itu, ada kekhawatiran bahwa perubahan kecil dapat berdampak pada perawatan pasien ebola.

Karena epidemi di Afrika Barat berkkurang, studi Ebola Makona di Sierra Leone kemungkinan akan terkendala kurangnya pasien uji coba untuk membuktikan manfaat dari vaksin tersebut. "Tentu saja ini adalah berita baik, dan saya harap penelitian ini terus berlanjut," ucap Dr Daniel Bausch, senior konsultan WHO.

Baca juga : Galang Dana untuk Korban Ebola, Zidane dan Ronaldo Gelar Laga Amal (Radian Nyi Sukmasari/AN Uyung Pramudiarja)

Berita Terkait