Dokter yang akrab disapa drg Susi ini mengaku dirinya sangat suka anak-anak. Itu makanya dia memilih menjadi dokter gigi anak. Bukan perkara mudah tentunya bagi drg Susi, karena kerap kali anak lari terbirit-birit saat diajak ke dokter gigi. Untuk mengenyahkan kesan menakutkan, drg Susi berusaha masuk ke dunia anak.
"Jadi ada anak yang suka sekali sama Thomas (karakter kereta api Thomas), kebetulan saya hapal semua nama di Thomas itu. Karena dia merasa saya seperti dia yang suka Thomas, jadi saya sudah dianggap teman. Karena itu bisa lebih mudah memeriksa giginya," kata drg Susi dalam perbincangan dengan detikHealth dan ditulis pada Jumat (15/5/2015).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Jika anak merasa senang, lanjut drg Susi, pasti tidak akan merasa ketakutan. Bahkan anak akan merasa kegiatan memeriksakan gigi ke dokter adalah aktivitas yang menyenangkan. Menurut drg Susi, tak jarang pasien kecilnya selalu menunggu-nunggu saat berkunjung ke tempat praktiknya.
Untuk menghilangkan kesan takut anak, drg Susi juga melengkapi ruang praktiknya dengan aneka boneka. Bahkan ada televisi untuk memutarkan film pilihan anak. Koleksi film anak yang dimiliki drg Susi juga sangat beragam dan berdasar berkembangan.
"Kita juga harus melihat karakter anak. Biasanya anak di bawah tiga tahun itu takut suara dan sangat depend pada orang tua. Usia 4, 5, 6 hingga 10 tahun beda-beda. Kognisinya beda-beda. Kita harus tahu benar karakter anak," sambung dokter yang praktik di RSPI Jakarta Selatan ini.
drg Susi menyebut ada anak dengan karakter easy, di mana anaknya bisa dibujuk. Ada juga anak yang slow to warm up, dan tipe anak difficult. Kapada anak, dokter perlu menyampaikan penjelasan yang tidak menakutkan. Namun dokter harus berkata jujur. Sebab sekali berbohong, maka dokter akan kehilangan kepercayaan dari anak.
"Misal giginya mau dicabut, dibilang saja giginya mau diambil dan supaya nyaman dibius dulu giginya, caranya begini. Dijelaskan dengan bahasa yang tidak menakutkan," lanjut drg Susi.
Baca juga: dr Hengky Affandi, Menyenangkan Orang Lain Melalui Usaha Rintisan Ayah
drg Susi pernah bertemu dengan pasien anak yang takut sekali dengan bunyi-bunyian di ruang praktik dokter gigi. Ini dikarenakan anak pernah merasa trauma saat berkunjung ke dokter gigi. Alhasil, drg Susi tidak menggunakan peralatan semacam bor. Semua dilakukannya secara manual agar tidak menimbulkan suara yang mengerikan.
"Sering pada kunjungan pertama tidak ngapa-ngapain, hanya perkenalan saja. Misalnya bergandengan saat naik turun ke kursi. Gandengan jangan sampai kaget, karena kursinya bisa dinaikkan dan diturunkan," tambah drg Susi.
Kerap kali juga komunikasi dijalin dengan orang tua sebelum mereka mengajak anaknya ke drg Susi. Misalnya drg Susi akan meminta informasi apa kesukaan anak, rasa pasta gigi kesukaan. Terkadang drg Susi juga meminta orang tua membelikan sikat gigi yang bisa berputar.
"Dengan memiliki sikat gigi yang bisa berputar, anak tidak akan kaget saan menemukannya di dokter gigi. Kadang di ujung bor juga diberi semacam sikat gigi itu. Setela gigi dibersihkan, baru dibor. Kalau menangani anak itu caranya adalah 'tell show you'. Semua diberi tahu dan ditunjukkan," papar alumnus FKG UI ini.
drg Susi lantas mengenang salah satu pasiennya yang semula takut ke dokter gigi, namun kini malah kuliah di fakultas kedokteran gigi. "Dia bilang ingin jadi dokter gigi seperti saya. Ternyata malah bisa jadi inspirasi," imbuhnya sembari tergelak.
Meski disibukkan dengan pasien-pasien kecilnya, drg Susi masih sempat memasak lho. Maklum, hobinya adalah sibuk di dapur. "Buku kedokteran gigi saya jumlahnya seimbang dengan jumlah buku masakan yang saya punya," kata drg Susi yang juga hobi merawat tanaman ini mengakhiri perbincangan.
(vit/up)











































