Laser ini disebut-sebut bisa mengurangi angka penderita malaria di dunia. Karena manfaatnya bisa memberikan hasil yang akurat dalam hitungan detik tanpa memberikan efek samping pada kulit. Teknologi bekerja dengan memicu denyut energi ke dalam vena pada pergelangan tangan atau daun telinga. Panjang gelombang laser tidak membahayakan jaringan manusia, akan tetapi diserap oleh hemoizoin yaitu limbah kristal yang dihasilkan oleh parasit malaria Plasmodium falciparum ketika memakan darah.
Ketika kristal menyerap energi dari laser, mereka akan berubah menjadi hangat sehingga muncul gelembung pada permukaan kulit. Kemudian Osiloskop ditempatkan pada kulit untuk melihat gelembung yang bermunculan jika benar terinfeksi malaria. Hebatnya lagi selain mudah digunakan, laser mendeteksi malaria hanya dalam 20 detik.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Baca juga : Perguruan Tinggi Ini Kembangkan Obat Anti-Malaria Baru
Diagnosis malaria sebelumnya bisa dilakukan dengan tes darah dan hasilnya bisa dilihat setelah 15 menit sampai 20 menit. Pengambilan darah dan di tes oleh tim medis untuk mendapatkan hasil yang akurat. Alternatif ini bisa dicoba karena lebih murah dibandingkan dengan laser.
Mark Perkins dari Foundation for Innovative New Diagnostics yaitu sebuah organisasi non-profit yang didirikan oleh World Health Organization (WHO) memperkirakan bahwa dunia telah menghabiskan sekitar Rp 13 triliun per tahun untuk mengerjakan proyek ini.
Lapotko mengatakan bahwa satu unit alat ini akan menelan biaya sekitar Rp 1,5 juta namun bisa menguji kurang lebih 200.000 orang. Tim saat ini sedang mempersiapkan untuk uji coba lapangan di Afrika.
"Kemungkinan mendiagnosis infeksi malaria dengan perangkat laser ini dinilai mudah karena tanpa pengambilan darah yang membutuhkan banyak persiapan. Hasilnya pun tersedia dalam hitungan detik, saya rasa alat ini sangat fantastis dan semoga menjadi salah satu terobosan yang bisa menghancurkan malaria. Kita pun harus mencari tau lebih lanjut kemampuan identifikasi alat ini pada parasit," ucap Umberto D'Alessandro dari UK Medical Research Council di Gambia.
Baca juga : Perumahan Modern Dapat Pangkas Risiko Penularan Malaria hingga 65 Persen (rdn/up)











































