"Saya dulu sedih banget. Saya didiagnosis tahun 1996, tahun itu kayaknya kanker itu jarang banget. Saya merasa seperti satu-satunya yang sakit kanker. Apalagi fasilitas juga terbatas. Ini kayak mimpi buruk banget," tutur perempuan yang akrab disapa Rini ini, dan ditulis pada Senin (29/6/2015).
Baca juga: Alvita, Dokter yang Saat Kecil Berhasil Taklukan 2 Jenis Kanker
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Orang tua terus memberikan semangat. Saya juga termotivasi untuk sembuh karena ada keinginan agar bisa menjalani kegiatan seperti semula. Ingin sekolah lagi, main sama teman-teman, nyaman saat tidur. Setiap habis kemo kan nge-drop, makanya saya ingin sembuh agar bisa makan enak," papar Rini yang sempat 1 catur wulan tidak masuk sekolah di kelas 1 SMP untuk menjalani pengobatan kanker.
Ketika kembali ke bangku sekolah, untunglah teman-teman Rini memahami benar soal penyakitnya. Demikian pula dengan guru-guru yang akhirnya tidak terlalu memforsirnya. "Saya jarang ditunjuk guru untuk menjawab pertanyaan atau mengerjakan soal di depan," kenangnya sambil tersenyum.
Baca juga: Idap Leukemia, Pria Ini Wujudkan Impiannya untuk Menikah Sebelum Meninggal
Ketinggalan pelajaran sudah pasti dialami Rini saat kembali ke sekolah. Apalagi penampilannya berubah lantaran kepalanya gundul akibat efek kemoterapi, wajah lebih tembam dan pucar, namun tubuh kurus dengan perut agak besar. Namun keinginan untuk kembali menjalani aktivitas normal memacu Rini untuk percaya diri dan mengejar ketertinggalannya.
"Hingga akhirnya saya dinyatakan sembuh, saya senang sekali. Saya bersyukur bahwa kanker bisa saya hantam," ucap perempuan yang bekerja sebagai staf litbang di RS Kanker Dharmais ini. (vit/vit)











































