"Sejak lahir anak saya tak ada napas spontan. Leukosit, trombosit dan gula darahnya pun drop. Ia sempat koma dan harus memakai ventilator 10 hari lamanya. Ia juga sempat kejang hebat dan bengkak," tutur ibu dari Praboe Raffasya Alfarizi Cahyono ini saat berbincang dengan detikHealth pada Rabu (5/8/2015).
Selama berada di NICU (Neonatal Intensive Care Unit), Praboe mendapatkan asupan ASI melalui selang NGT atau nasogastric tube. Namun karena stres melihat kondisi buah hatinya tersebut, produksi ASI Besthari sempat drop.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dokter mewanti-wanti bahwa dengan kondisi Praboe yang seperti ini, refleks menyusunya kemungkinan kurang atau bahkan tak ada sama sekali. Meskipun demikian, Besthari tak lantas kecewa dan justru menganggap hal ini sebagai tantangan demi memenuhi hak Praboe.
Benar saja, Praboe hampir tak merespons untuk menyusu melalui puting. Beberapa hari setelah pulang ke rumah dan bayinya tersebut masih tak mau menyusu, akhirnya Besthari mencari informasi kepada temannya.
"Saya diminta untuk tetap sabar dan tetap menyodorkan payudara karena refleks tersebut akan muncul dengan sendirinya. Benar saja, awalnya cuma dijilat-jilat tapi kemudian diisap meskipun tak lama. Lama-kelamaan refleks menyusu dari puting pun muncul. Memang stimulasi terbaik adalah dari mulut bayi langsung," imbuhnya.
Waktu cuti hampir selesai, Besthari harus kembali berjuang 'berdebat' dengan sang asisten rumah tangga yang meminta Praboe diberikan susu formula karena takut stok ASI perah yang ada di rumah tak cukup saat dirinya pergi bekerja. Besthari pun kemudian mencari informasi tentang relaktasi untuk memperbanyak produksi ASI. Ini karena ia hampir tak bisa memerah ASI dengan tangan.
"Masalah belum selesai. Saya ke konselor ASI dan disebutkan bahwa karena lebih sering diberi ASI perah dengan botol, Praboe menjadi 'bingung puting'. Karena merasa produksi ASI saya hanya lancar jika diminum langsung dari mulut Praboe, dan ia tak mau juga diberi susu formula, saya memutuskan untuk berhenti dari pekerjaan," tutur Besthari.
Ia ingin fokus memenuhi hak ASI bagi Praboe. Selain itu, ia juga ingin memerhatikan dengan betul proses tumbuh kembang buah hatinya tersebut. Kini meskipun usia Praboe sudah menginjak 2 tahun 7 bulan, Besthari masih memberikan ASI. "Saya belum rela karena anak dengan CP masih lemah dalam mengisap, mengunyah dan menelan. Saya tunggu sampai nanti dia berhenti sendiri dan menikmati proses belajar ini," tuturnya.
Baca juga: Puting Kecil Bikin Ibu Tak Bisa Menyusui? Bisa Kok, Ini Buktinya
Bunda, punya pengalaman menaklukkan tantangan dalam memberikan ASI seperti yang dialami Besthari? Yuk, berbagi pengalaman ke redaksi@detikhealth.com
Anda juga bisa share pengalaman menyusui dan foto-foto ruangan laktasi kantor Anda melalui media sosial detikHealth dengan hashtag #AyofasilitASI. Bisa di Facebook: https://www.facebook.com/detikHealth atau di Twitter: @detikHealth atau melalui Instagram: detikhealth Ssst, ada suvenir menarik bagi yang beruntung lho!
(ajg/vit)











































