"Di tingkat global, bunuh diri menjadi penyebab kedua kematian penduduk berusia 15-29 tahun. Sebanyak 39% kasus bunuh diri di dunia terjadi di wilayah Asia Tenggara. Umumnya, di wilayah ini bunuh diri dipicu karena masalah pada kelompok anak-anak muda, terutama di daerah pedesaan," tutur Dr Poonam dalam keterangan tertulisnya kepada wartawan, Kamis (10/9/2015).
Kasus bunuh diri, lanjut Dr Poonam menjadi masalah kesehatan yang mesti diperhatikan. Bukan hanya karena kasus bunuh diri bisa menjadi beban ekonomi dan sosial serta emosional bagi keluarga serta masyarakat, tapi sebenarnya kasus bunuh diri dapat dicegah.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Upaya advokasi skala besar diperlukan untuk mengurangi stigma terkait bunuh diri. Maka, dalam Hari Pencegahan Bunuh Diri kali ini berusaha memanggil negara-negara, organisasi, masyarakat, dan individu untuk bisa melakukan aksi bersama guna meningkatkan kesadaran tentang bunuh diri sekaligus pencegahan bunuh diri," tutur Dr Poonam.
Baca juga: Kenali Tanda-tanda Depresi, Kondisi yang Bisa Bikin Orang Nekat Bunuh Diri
Di Indonesia sendiri, data WHO tahun 2012 menunjukkan ada 4,3 kasus bunuh diri per 100.000 jiwa atau 10.000 kasus per tahun. Menanggapi hal tersebut, beberapa waktu lalu pemerhati kesehatan jiwa dr Albert Maramis SpKJ mengatakan ketika ada rekan atau teman yang menunjukkan tanda akan bunuh diri, segera jangan dianggap remeh atau diabaikan.
"Tandanya, orang itu bicara keinginan untuk mati, ngomongin bunuh diri. Kalau sudah begitu, dengarkan sepenuh hati dan tawarkan bantuan, jangan ngomong 'hus kamu nggak boleh gitu,' itu malah memutus komunikasi. Yang tadinya mau curhat malah diam," lanjut dr Maramis.
Menurut dr Maramis jangan menghakimi atau memarahi yang bersangkutan. Jika merasa tidak bisa menolong, tawarkan dia untuk dipertemukan dengan seseorang yang bisa membantu mengatasi masalahnya misalkan psikiater. Sekali lagi, jangan diabaikan atau tidak mau tahu.
Kepekaan masyarakat juga diperlukan ketika merasa ada perubahan perilaku mencolok pada seseorang, di antaranya mulai membereskan utang dan tiba-tiba meminta maaf. Dua hal itu dikatakan dr Maramis yang sering menjadi tanda bahaya.
Selain kepekaan masyarakat, pencegahan bunuh diri bisa dilakukan dengan menjamin tersedianya layanan medis yang bisa diakses serta menghilangkan stigma tentang gangguan jiwa. Dengan tak adanya stigma dan kepekaan masyarakat, hambatan psikologis dan fisik agar orang yang membutuhkan layanan bisa dikurangi.
Baca juga: Anak-anak Juga Berisiko Bunuh Diri, Ini yang Harus Dilakukan Orang Tua
(rdn/up)











































