Terkait hal tersebut ada satu sekolah yang menjadikan batik sebagai wadah penyaluran minat dan bakat anak-anak yang memiliki autis.
"SLB Fredofios sudah menerapkan batik dalam kurikulum, tujuannya untuk melatih dan menggali minat dan bakat serta life-skill dari siswa di sini. Ini juga usaha pelestarian budaya," ujar Abdu Somad S.Pd, kepala sekolah SLB Fredofios, Yogyakarta.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Baca juga: Indonesia Peringati Hari Kontrasepsi Sedunia, Kegiatan Berpusat di Sragen
"Awalnya, kita mengenalkan kegiatan membatik sebagai kegiatan menggambar biasa, tetapi di media kain. Mereka awalnya hanya bikin sketsa menggunakan pensil, lalu perlahan kita kenalkan dengan lilin. Tidak langsung pake canting, tetapi pakai kuas dulu," jelas Abdu saat dihubungi detikHealth dan ditulis pada Jumat (2/10/2015).
Menurut Abdu, proses melukis saat menggunakan canting sangat membantu dalam melatih saraf motorik. Hal ini dikarenakan penggunaan canting butuh keseimbangan, dan tidak mudah digunakan seperti pensil atau kuas. "Saat melukis menggunakan canting, kita juga dapat melatih kemampuan motorik anak-anak. Karena melukis dengan canting harus stabil. Tetapi anak-anak sudah melakukan (membatik) dengan baik."
Seperti dituturkan Abdu, bahkan hasil karya lukisan batik yang dibuat siswa Fredofios sudah menjadi seragam sekolah yang mereka pakai setiap hari Kamis. "Ya, mereka yang lukis. Kita yang bantu jahit."
Hingga kini, enam siswa dari 14 total siswa di SLB Fredofios ikut kegiatan membatik yang diadakan tiga kali dalam seminggu tersebut, dan siswa SMP dan SMA adalah yang diutamakan untuk kegiatan itu.
"Memang, tidak semua bisa ikut karena ini tergantung minat. Tetapi minat cukup besar dari siswa disini. Kita juga pernah ikut pameran di UNY pada tahun 2014. Respons masyarakat bagus, saat itu hanya kami yang berasal dari sekolah khusus, lainnya karya mahasiswa," pungkas Abdu.
Baca juga: Wuih! Membatik Bisa Menurunkan Depresi (fds/vit)











































