Namun belakangan fakta menarik terungkap dari pernikahan ini. Ternyata hampir seluruh tamu yang hadir, termasuk mereka yang membantu pelaksanaan pesta ini merupakan orang-orang dengan spektrum autisme. Tak terkecuali sang pengantin, Lesko dan Nielsen.
Jadi selain kedua pengantin, DJ, pemain biola klasik, pembuat kue pernikahan, pendeta, pengiring pengantin, penerima tamu, pembawa buket, dan juga cincin merupakan orang-orang yang didiagnosis dengan spektrum autisme. Bahkan aktivis autisme, Temple Grandin juga mengirimkan video khusus untuk kedua pengantin.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pembuat kue pernikahan untuk Anita dan Abraham, gadis berusia 12 tahun yang juga mengidap autisme (Foto: Kristina Bant Jenk) |
Bagaimana mereka bisa mengumpulkan orang-orang ini? Secara kebetulan keduanya menggelar resepsi pernikahan berbarengan dengan even tahunan bertajuk Love and Autism: A Conference with Heart, yang kali itu digelar di San Diego, California.
"Kami meyakini inilah pesta pernikahan pertama yang seluruh tamu yang hadir dan perencananya adalah orang dengan autisme," tutur Dr Jenny Palmiotto, pelopor Love and Autism Conference.
Baca juga: Di Sekolah Ini Batik Jadi Sarana Latihan Motorik Anak-anak Autis
Dr Palmiotto kemudian mengisahkan bahwasanya Lesko sebenarnya hanya dijadwalkan untuk berbicara dalam konferensi itu. Tapi lantas Lesko mengiriminya surel untuk menanyakan apakah ia sekalian bisa menggelar pesta pernikahan di sana.
"Saya langsung bilang iya," tandas Dr Palmiotto, yang juga CEO dari The Family Guidance and Therapy Center of Southern California itu. Menurutnya, banyak orang yang salah paham dan mengira orang dengan autisme tak dapat menjalin hubungan.
Tengok saja kisah hidup Lesko. Perawat anestesi bersertifikasi ini pertama kali bertemu dengan Nielsen di sebuah grup komunitas pasien autisme dan sindrom Asperger. Lesko baru didiagnosis dengan autisme di usianya yang menginjak 50 tahun.
Namun selepas didiagnosis, ia merasa begitu lega karena kondisi itu menjelaskan banyak hal tentang apa yang ia alami selama ini, seperti kesendirian dan sulitnya menjalin hubungan atau berinteraksi dengan orang lain.
Lesko dan Nielsen lantas berteman baik. Setahun berselang, di suatu malam Lesko diundang Nielsen untuk makan malam, merayakan keberhasilannya memperoleh sertifikat izin keamanan cyber yang diperlukannya sebagai seorang juru gambar.
Seluruh kru yang terlibat sejak persiapan hingga pesta pernikahan merupakan orang-orang dengan autisme (Foto: Kristina Bant Jenk) |
Rupanya makan malam itu berkedok modus bagi Nielsen, untuk mendekati Lesko. "Abraham bilang ia jatuh cinta pada Anita, tapi ia kubur dalam-dalam. Ia pikir jika sampai Anita tak menerima cintanya, ia tentu kehilangan sahabat terbaiknya juga," kenang Dr Palmiotto.
Namun akhirnya keduanya bersatu. Kepada Dr Palmiotto, keduanya mengaku berhasil menemukan satu sama lain karena sama-sama merasakan seperti apa hidup menyendiri sebagai seorang pasien autisme. Tak peduli meski usia mereka terpaut lebih dari 20 tahun, di mana Lesko menginjak 56 tahun dan Nielsen 28 tahun.
"Kami memang mempunyai misi untuk mengubah pandangan dunia tentang autisme. Bahwa mereka juga membutuhkan cinta, ingin menjalin hubungan dan ingin menikah. Dan kami ingin semua orang tua yang memiliki anak dengan autisme tahu, kelak anak-anak mereka juga bisa merasakan hal ini," harap Lesko kepada ABC News dan dikutip Kamis (8/10/2015).
Baca juga: 2 Hal Ini Pengaruhi Keberhasilan Terapi pada Anak dengan Autisme (lll/up)












































Pembuat kue pernikahan untuk Anita dan Abraham, gadis berusia 12 tahun yang juga mengidap autisme (Foto: Kristina Bant Jenk)
Seluruh kru yang terlibat sejak persiapan hingga pesta pernikahan merupakan orang-orang dengan autisme (Foto: Kristina Bant Jenk)