Kurangnya pemahaman masyarakat tentang low vision pada akhirnya membuat kondisi ini cenderung terabaikan, dan fasilitas khusus untuk penyandang low vision sulit ditemukan di manapun.
"Padahal menurut perkiraan Badan Kesehatan Dunia, penyandang low vision itu berjumlah tiga kali lipat dari jumlah totally blind," ungkap Aria Indrawati, Ketua Persatuan Tunanetra Indonesia (Pertuni), ditemui di Yogyakarta, Senin (19/10/2015).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Aria meresmikan klinik terpadu ini dengan didampingi Pembina Pertuni, Bob Hasan dan putrinya, Iki Hasan, serta Ketua Komite Mata Nasional, Andy F Noya.
Baca juga: Deteksi Dini Gangguan Mata, Kebutaan Bisa Dicegah
Diakui Aria, ini bukan kali pertama Pertuni merintis berdirinya low vision center. Sejak 10 tahun lalu, klinik sederhana sudah dirintis di Jakarta dan Yogyakarta, akan tetapi ketika klinik itu ingin dikembangkan, penyokong dana utama Pertuni justru mundur. Pertuni terpaksa menutup klinik-klinik tersebut pada tahun 2013.
"Kami memilih Yogyakarta ya karena timnya sudah ada di sini. Kemudian kami dibantu oleh Bob Hasan dan putrinya sehingga akhirnya kami dapat membuka kembali klinik ini," terang Aria.
Selaku Ketua Komite Mata Nasional, Andy F Noya menyambut baik kehadiran Low Vision Center yang dirintis oleh Pertuni. Menurutnya, low vision merupakan bagian dari ancaman bagi generasi bangsa yang selama ini cenderung diabaikan.
"Dengan adanya low vision center, berarti kita makin fokus memperhatikan anak-anak dengan low vision yang mungkin tidak tertangkap oleh radar," katanya dalam kesempatan terpisah.
Andy juga berharap dengan posisinya saat ini ia dapat mendorong pemerintah untuk mendirikan Low Vision Center di daerah-daerah lain mengingat penyandang low vision tersebar di berbagai daerah. Di sisi lain, Andy ingin mendorong semua pihak untuk ikut mendukung agar pusat layanan semacam ini bisa berkelanjutan.
"Biaya untuk mengelola center semacam ini tentu besar. Oleh karena itu kami mendorong agar semua orang, lembaga-lembaga, perusahaan-perusahaan, misal lewat CSR atau penggalangan dana untuk dialokasikan saja untuk mendukung mereka yang membutuhkan," pintanya.
Baca juga: CT Foundation Dukung Perpustakaan Online untuk Tunanetra
Di samping klinik layanan terpadu untuk penyandang low vision, Aria mengungkapkan di klinik itu juga terdapat unit pelayanan terapi pijat dengan tenaga pemijat tunanetra. "Karena selama ini mereka hanya dibekali hard skill atau teknik memijat tetapi tidak berdaya saing. Pada akhirnya ini hanya mencetak kemiskinan-kemiskinan baru," ujarnya.
Aria berharap dengan adanya klinik terintegrasi ini, pemijat tunanetra tidak hanya memahami teknik memijat yang baik, tetapi juga didorong untuk membangun keterampilan usaha di bidang terapi pemijatan, termasuk menjadi tenaga kesehatan yang berkualitas dan berdaya saing.
Low Vision Center Yogyakarta terletak di Jalan Ontorejo no 14 Wirobrajan. Klinik ini buka setiap hari, kecuali Minggu dan hari besar. Sejumlah pasien juga dirujuk langsung dari RS Mata Dr Yap mengingat di klinik ini setiap pasien diberikan layanan secara menyeluruh, mulai dari pemeriksaan mata secara klinis, penyediaan alat bantu, latihan penggunaan alat bantu, hingga pemantauan dan bimbingan, baik kepada penyandang maupun orang tuanya.
Selain di Low Vision Center mandiri yang terletak di Wirobrajan, layanan khusus untuk penyandang low vision lainnya juga tersedia di RSUP Dr Sardjito. (lll/up)











































