Ketua Konsorsium Pengembangan Sel Punca, Prof Dr Farid Anfaza Moeloek, SpOG(K) mengingatkan bahwa terapi stem cell atau sel punca masih dalam tahan penelitian. Pemerintah perlu mengatur agar masyarakat tidak dirugikan terkait klaim-klaim yang menyesatkan.
"Jangan-jangan cuma air disuntikkan, lalu katanya sel punca. Padahal sebenarnya hanya vitamin B-12," kata Prof Moeloek dalam jumpa pers di Kementerian Kesehatan baru-baru ini, seperti ditulis Kamis (29/10/2015).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Saat ini, terapi sel punca lebih banyak dikembangkan untuk mengobati penyakit-penyakit degeneratif yang disebabkan oleh penurunan fungsi organ. Di antaranya adalah gangguan jantung, nyeri sendi, patah tulang, dan sirosis atau pengerasan hati.
Di Indonesia, pengobatan berbasis penelitian dengan stem cell dimulai sejak 1996. Hingga kini ada 11 rumah sakit yang ditunjuk oleh pemerintah untuk melakukannya, di antaranya adalah RSUP Cipto Mangunkusumo (RSCM) Jakarta dan RSUP Dr Sutomo Surabaya.
RSUD dr Soetomo mencatat sudah ada 379 pasien yang melakukan terapi sel punca dengan berbagai jenis penyakit. Sedangkan di RSCM pengobatan dengan stem cell sudah dilakukan pada 3 orang pengidap kaki diabetes dan 5 pasien luka bakar parah dengan hasil memuaskan.
Selain RSCM dan RS Dr Soetomo, rumah sakit lain yang ditunjuk pemerintah untuk mengembangkan pengobatan stem cell adalah RS M Djamil, RS Persahabatan, RS Fatmawati, RS Dharmais, RS Harapan Kita, RS Hasan Sadikin Bandung, RS Kariadi Semarang, RS Sardjito Yogyakarta, dan RS Sanglah Denpasar.
Pengembangan terapi sel punca di Indonesia juga melibatkan 2 laboratorium swasta yakni Laboratorium pengolahan ReGeniC milik perusahaan farmasi Kalbe Farma dan Laboratorium Dermama di Solo. Sedangkan untuk penyimpanan, pemerintah telah memberi izin resmi kepada Bank stem cell tapi pusat ProSTEM milik Laboratorium Prodia. (up/up)











































