Studi yang dilakukan oleh Yerko Rojas dari Swedish Institute for Social Research (SOFI), Stockholm University melihat risiko bunuh diri pada orang-orang yang terusir dari rumahnya. Rojas mengatakan orang-orang yang terusir dari rumah mengalami trauma akibat kehilangan tempat tinggal.
"Kami percaya terusir dari rumah merupakan kejadian yang traumatis, sekaligus pengalaman yang memalukan karena tidak terpenuhinya salah satu kebutuhan dasar manusia, yakni tempat tinggal," tutur Rojas, dikutip dari Reuters, Selasa (17/11/2015).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Studi dilakukan pada 23.000 warga Swedia yang terusir dari rumahnya. Data ini lalu dibandingkan dengan 770.00 orang populasi umum dan dianalisis kejadian bunuh dirinya. Ditemukan bahwa pada tahun 2013 saja, terjadi 195 kasus bunuh diri, 41 kasus pada kelompok yang terusir dari rumah dan 154 pada populasi umum.
Hasil studi menyebut mereka yang terusir dari rumah 4 kali lebih berisiko melakukan bunuh diri. Risiko ini lebih tinggi daripada faktor penyebab bunuh diri lainnya seperti tidak punya pekerjaan, kecanduan narkoba, gangguan kepribadian, pendidikan rendah dan schizophrenia.
"Hasil ini menunjukkan efek kecenderungan untuk bunuh diri pada mereka yang terusir dari rumah sering diabaikan. Trauma yang muncul karena terusir lebih kuat pada individu karena merasa terpinggirkan," urainya.
Rojas sendiri mendefinisikan terusir dari rumah sebagai kehilangan hak untuk menempati tempat tinggal. Penyebabnya beragam, mulai dari aset yang disita pemerintah, tidak mampu membayar sewa rumah, hingga tempat tinggal yang hancur akibat peperangan seperti yang terjadi di beberapa negara Timur Tengah dan Afrika.
"Oleh karena itu langkah selanjutnya adalah mencegah orang untuk terusir dari rumahnya dan juga memberi perhatian serius pada mereka yang kehilangan tempat tinggal karena perang," tutupnya.
Baca juga: Terapi Unik Agar Orang yang Pernah Coba Bunuh Diri Bisa Lebih Hargai Hidup
(mrs/vit)











































