Berhenti Merokok Bisa Kurangi Risiko Kematian Akibat Sakit Paru

Berhenti Merokok Bisa Kurangi Risiko Kematian Akibat Sakit Paru

Muhamad Reza Sulaiman - detikHealth
Rabu, 18 Nov 2015 18:58 WIB
Berhenti Merokok Bisa Kurangi Risiko Kematian Akibat Sakit Paru
Foto: ts
Jakarta - Merokok merupakan salah satu faktor risiko penyakit paru obstruktif kronik (PPOK). Nah, perokok yang berhenti merokok akan mengurangi risiko kematian akibat PPOK.

Prof Dr dr Faisal Yunus, SpP(K), dari Departemen Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi, Fakultas Kedokteran, Universitas Indonesia-RS Persahabatan, mengatakan tidak ada istilah terlambat untuk berhenti merokok, bahkan pada pasien yang sudah terdiagnosis PPOK.

"It's not too late. Belum terlambat. Sesuai dengan tema Hari PPOK Sedunia tahun ini bahwa berhenti merokok bisa mengurangi risiko kematian akibat PPOK," tutur Prof Yunus, dalam temu media Hari PPOK Sedunia di RS Persahabatan, Rawamangun, Jakarta Timur, Rabu (18/11/2015).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Prof Yunus mengatakan memang tidak semua perokok akan terserang PPOK. Meski begitu, risiko akan semakin besar karena rokok mengandung ribuan racun yang dapat merusak paru-paru dan saluran pernapasan.

Baca juga: Sering Sesak Napas dan Mudah Ngos-ngosan? Waspadai Penyakit Ini

Gejala pertama biasanya muncul saat usia di atas 40 tahun. Batuk yang tak kunjung sembuh diiringi dengan sesak napas dan mudah ngos-ngosan merupakan pertanda paru-paru sudah mulai rusak. Jika dilakukan pemeriksaan spirometri dan hasilnya buruk, bisa dipastikan pasien mengidap PPOK.

"Jika positif terdiagnosis PPOK biasanya masih tergolong ringan atau stadium 1. Nah ketika saat itu, sudah berumur 45 dan positif PPOK dia berhenti merokok, risiko kematian berkurang. Umurnya bisa sama dengan perokok yang tidak kena PPOK," tutur Prof Yunus.

Namun seringkali perokok tidak merasa sesak napas dan batuk sebagai gejala penyakit berat. Kebiasaan merokok tetap dilanjutkan hingga muncul gejala yang lebih berat yakni sesak napas berkelanjutan dan tidak mampu melakukan aktivitas.

"Kalau tetap merokok sampai umur 60-an bisa meningkat jadi PPOK berat. Namun tetap jika berhenti masih ada pengaruhnya baiknya," ungkapnya.

Nah, bagi perokok yang bandel meskipun sudah mengidap PPOK berat dan tetap merokok, Prof Yunus mengatakan tidak ada hal yang bisa dilakukan. Risiko kematian akan semakin besar. Bahkan menurut penelitian, rata-rata pasien meninggal di usia 60 tahun.

"Makanya terserah mau pilih yang mana. Intinya jauhi rokok, belum terlambat untuk berhenti demi kesehatan," pungkasnya.

Baca juga: Dokter Paru Sebut Angka Pengidap PPOK di Indonesia Masih Tinggi


(mrs/vit)

Berita Terkait