Kondisi tersebut oleh World Health Organization (WHO) dinamai electromagnetic hypersensitivity (EHS). Diketahui kasus terbaru dari kondisi tersebut menimpa seorang gadis 15 tahun di Inggris yang dilaporkan media setempat bunuh diri karena tak tahan sinyal WiFi di sekolahnya.
Survei dari beberapa orang yang mengaku memiliki kondisi EHS menunjukkan gejala dapat muncul ketika mereka dekat dengan benda yang mengeluarkan sinyal radio seperti telepon seluler, layar komputer, dan pemancar WiFi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Baca juga: Perempuan Ini Dapat Rp 12 Juta karena Alergi WiFi
WHO juga dalam situsnya menulis bahwa EHS adalah kumpulan dari gejala yang tak spesifik dan EHS-nya sendiri bukan merupakan sebuah kondisi medis.
"Orang yang bilang bahwa dirinya punya EHS jelas sedang sakit. Tapi sains menunjukkan bukan sinyal elektromagnet yang menyebabkan penyakitnya," kata psikolog senior sekaligus peneliti EHS dr James Rubin dari King's College London kepada livescience dan dikutip Senin (7/12/2015).
Rubin pada tahun 2009 telah meneliti berbagai gejala dan pemicu EHS di lebih dari 1.000 kasus. Dalam tulisannya itu Rubin menemukan bahwa eksperimen yang berulang dalam ruang terkontrol gagal mereplikasi fenomena.
Oleh karena itu WiFi tak jadi tersangka utama dalam EHS. Menurut Rubin ada faktor lingkungan lain yang berbeda untuk tiap individu dan menjadi pemicu gejala.
Baca juga: Alergi Gelombang Elektromagnet, 2 Wanita Terpaksa Hidup di Gua
(fds/up)











































