Dalam analisis yang dilakukan selama satu dekade dan diterbitkan di jurnal Lancet ini menyebut penelitian sebelumnya bingung antara sebab dan akibatnya. Meskipun memang para ahli berpendapat ketidakbahagiaan di masa kecil kemungkinan memiliki dampak panjang.
Dikutip BBC, Jumat (11/12/2015), serangkaian studi menunjukkan bahwa kebahagiaan seseorang bisa menunjukkan seberapa lama mereka akan hidup. Ini terkait dengan hormon stres dan lemahnya kekebalan tubuh yang bisa meningkatkan risiko kematian.
Tetapi menurut tim peneliti di Inggris dan Australia, studi tersebut gagal menjelaskan kausalitas terbalik. "Penyakit tidak membuat Anda bahagia, tapi ketidakbahagiaan itu sendiri tidak membuat Anda sakit," ujar Dr Bette Liu, salah seorang peneliti di University of New South Wales di Australia.
Baca juga: Waspada, Sakitnya Patah Hati Bisa Berujung Fatal
Dalam penelitian selama 10 tahun, peneliti mengklaim tidak menemukan efek langsung ketidakbahagiaan atau stres dengan kematian pada satu juta perempuan.
Prof Sir Richard Peto dari University of Oxford yang juga terlibat dalam penelitian menuturkan perokok ringan memiliki risiko kematian dini dua kali lipat. Sedangkan perokok reguler memiliki risiko kematian dini tiga kali lipat. Namun kebahagiaan tidak relevan dalam kasus ini.
Ketidakbahagiaan bisa saja menjadi penyebab tidak langsung kematian dini, jika hal itu diikuti dengan gaya hidup mulai mengonsumsi alkohol dalam jumlah banyak atau jika menjadi makan berlebihan. Namun dampak secara langsungnya pada kematian, kembali ditekankan peneliti: tidak ditemukan.
Dr Philipe de Souto Barreto dan Profesor Yves Rolland dari University Hospital of Toulouse di Prancis, mengatakan penelitian lebih lanjut perlu dilakukan. "Karena kebahagiaan di periode kritis, misalnya masa kanak-kanak, bisa memiliki konsekuensi penting pada kesehatan di masa dewasa," ujarnya.
Baca juga: Waspadai, Ini Dia Daftar Penyakit Akibat Patah Hati (vit/lll)











































