Suami yang Tak Menafkahi Anak-Istri dan Punya Banyak Utang

Suami yang Tak Menafkahi Anak-Istri dan Punya Banyak Utang

detikHealth
Senin, 21 Des 2015 15:14 WIB
Ditulis oleh:
Suami yang Tak Menafkahi Anak-Istri dan Punya Banyak Utang
Ilustrasi: Thinkstock
Jakarta - Saya karyawan swasta menikah sudah 2 tahun dan punya 1 orang anak laki-laki. Semenjak saya menikah saya tinggal di rumah mertua saya. Selama itu pula suami saya tidak pernah memberi saya nafkah rutin setiap bulan untuk kebutuhan anak/baby sitter.

Setelah saya tanya baik-baik, ternyata dia punya utang pada sejumlah bank yang jumlahnya tidak sedikit. Saya tanya utang itu untuk apa? Dia tidak mau menjelaskan, saya merasa kalau selama ini banyak hal yang saya tidak ketahui tentang kehidupan suami saya di luar rumah. Suami saya tidak memiliki pekerjaan tetap, tetapi memiliki utang yang banyak. Gaji saya pun tidak cukup untuk cover keperluan anak saya dan makan.

Saya sudah berkali-kali minta bercerai karena tidak tahan lihat sikap suami saya yang suka pulang pagi bahkan tidak tidur di rumah. Tolong beri saya masukan, bagaimana lagi saya harus menasihati atau mengingatkan suami saya supaya lebih bertanggung jawab terhadap keluarga, apalagi dia sudah memiliki anak laki-laki yang harus ditata masa depannya sejak dini.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Megaa (Wanita, 23 tahun)
email_niiXXXXX@yahoo.com
Tinggi 167 cm, berat 75 kg

Jawaban

Halo Mbak Megaa,

Bagaimana sikap keluarganya menanggapi masalah ini? Karena Anda berdua tinggal di rumah mertua, tentu mertua dapat melihat tingkah laku anaknya. Apakah mereka menasihati anaknya dengan baik untuk dapat lebih bertanggung jawab? Membuat suami lebih bertanggung jawab tentu harus datang dari dirinya sendiri. Tidak ada yang dapat mengubah seseorang kecuali dirinya sendiri.

Bila ia tidak mau mendengar permintaan Anda, coba minta bantuan orang yang ia hormati. Bisa jadi orang tua, om, tante atau sahabat. Minta mereka juga untuk menekankan bahwa anak laki-lakinya akan meniru tingkah laku ayahnya. Bagaimana ia ingin anaknya saat dewasa kelak? Jadi orang yang bertanggungjawabkah atau tidak? Semua juga tergantung dari dirinya sendiri.

Membawa suami ke konselor pernikahan atau pemuka agama juga bisa dilakukan. Siapa tahu bila mendapat masukan dari orang yang lebih ahli, ia mau menerima. Baru kemudian anda mengambil keputusan untuk berpisah atau terus bersama berdasarkan hasil diskusi dengan orang-orang ini.

Rosdiana Setyaningrum, MPsi, MHPEd
Menyelesaikan pendidikan Magister Psikologi di Universitas Indonesia
dan Magister Pendidikan Profesi Kesehatan di Universitas New South Wales, Australia
Twitter: @rosdianaDNA
Website: Rosdianasetyaningrum.com

(hrn/vta)

Berita Terkait