Menurut psikolog Anna Surti Arianni, membicarakan soal terorisme atau aksi kejahatan lain pada anak memang harus disesuaikan dengan usia anak. Nah, pada anak usia sekolah dasar yakni 6-12 tahun, bisa saja mereka sudah tahu soal teror bom yang terjadi lewat teman, guru, atau orang di sekitarnya.
"Sebaiknya jangan ditutupi tapi buka kesempatan untuk ngomong dengan anak. Kita tanya apa yang dia tahu soal peristiwa itu lalu dengarkan juga anak tahu info itu dari siapa," kata wanita yang akrab disapa Nina ini saat berbincang dengan detikHealth, Jumat (15/1/2016).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Baca juga: Teror Bom, Lelucon Polisi Ganteng dan Ancaman Pudarnya Empati
Tak lupa juga ingatkan anak untuk segera memberi tahu orang dewasa yang ia kenal misalnya satpam di sekolah atau guru ketika melihat orang yang mencurigakan. Namun, dalam menyampaikan hal itu, perhatikan kata dan gesture tubuh sehingga anak tidak merasa ketakutan.
"Usahakan wajah tidak tegang, tidak cemas, kemudian jangan genggam tangan atau pundak anak dengan kuat. Kalau anak lagi digendong, jangan perkuat gendongan, tapi regangkan. Baiknya tetap rileks kemudian perhatikan intonasinya. Kalau kita lagi takut kita ngomongnya cenderung cepat dan dengan nada tinggi, untuk itu kita perlu bicara seperti biasa saja dan tidak terlalu cepat," kata Nina memberi saran.
Kata-kata yang digunakan untuk menjelaskan peristiwa teror bom pun menurut Nina disesuaikan pula dengan usia anak. Pada remaja, orang tua bisa memberi tahu bahwa memang sudah terjadi bom bunuh diri dengan target pengunjung kafe dan petugas kepolisian.
Namun pada anak usia sekolah dasar, cukup katakan bahwa ada orang jahat yang berniat mencelakakan orang lain di sekitarnya. Saat menjelaskan korban teror bom, cukup katakan bahwa para korban mengalami sakit karena luka.
Baca juga: Solusi Agar Anak Tak Trauma Dengar Suara Keras karena Sering Dibentak (rdn/vit)











































