Dr dr Sri Linuwih Menaldi, SpKK(K), Ketua Divisi Dermatologi Infeksi Tropik, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia - RS Cipto Mangunkusumo mengatakan stigma dari diri pengidap kusta membuat mereka enggan berobat. Pengidap kusta cenderung menyembunyikan penyakitnya, bahkan kepada orang terdekat.
Baca juga: Tak Takut Stigma Tertular, Hafiza Berdayakan Mantan Pasien Kusta Jahit Jilbab
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Takut dikucilkan menjadi alasan utama pengidap kusta enggan berobat. Tentunya hal ini memiliki efek negatif. Karena tidak berobat, kemungkinan pengidap kusta untuk menularkan penyakit ke lingkungan sekitar akan meningkat.
"Mungkin ada teman sekolah anaknya atau teman main di lingkungan rumah. Ibu rumah tangga, ngerumpi-ngerumpi tiap hari ternyata tetangganya pengidap kusta dan tidak berobat, risiko infeksi akan meningkat," ucapnya.
Risiko penularan juga tidak hanya terjadi di lingkungan sekitar rumah. Meski risikonya sangat kecil, bakteri penyebab kusta juga bisa menginfeksi ketika daya tahan tubuh seseorang lemah dan terpapar bakteri kusta di tempat ramai.
Kebiasaan berbohong juga ditemui pada pasien yang berobat. Tenaga kesehatan membutuhkan data dan alamat untuk mencegah terjadinya penularan yang lebih luas. Hanya saja ini sulit dilakukan jika pasien masih berbohong.
"Yang berobat juga kadang tidak berterus terang. Menggunakan alamat palsu, begitu kita telusuri lingkungannya untuk melihat risiko penularan, ternyata rumahnya nggak di situ. Jadi kita sebagai tenaga kesehatan sulit menemukan sumber penularannya," tambahnya lagi.
Baca juga: Bedah Rekonstruksi Bantu Eks Pasien Kusta Hilangkan Stigma Negatif (mrs/up)











































