Salah satunya terungkap dalam sebuah studi yang dilakukan peneliti asal Denmark. Di negara ini, sirkumsisi juga jarang dilakukan pada bayi laki-laki.
Padahal menurut peneliti, dr Jorgen Thorup dari University of Copenhagen, lima persen bayi laki-laki yang tidak disunat berpeluang besar mengalami masalah dengan kemaluannya, terutama pada kulupnya. Bahkan sepertiga dari mereka dipastikan harus menjalani operasi karena hal itu.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Baca juga: Anak-anak Seperti Ini Butuh Prosedur Sunat yang Tak Biasa
Dari rekam medis yang tersisa didapati fakta bahwa 95 persen bayi menjalani operasi karena kondisi yang disebut fimosis (kulupnya tidak dapat ditarik sehingga menutupi lubang atau saluran kemih dan menyebabkan anak merasakan nyeri tiap kali buang air kecil). Kemudian empat puluh bayi dilaporkan mengalami kondisi bernama balanitis xerotica obliterans (BXO) atau peradangan kronis pada kulupnya.
Lima persen lainnya mengalami kondisi yang dikenal dengan 'frenulum breve', yaitu ketika kulit elastis yang bertugas membantu kulup untuk retraksi atau melepaskan diri dianggap terlalu pendek. Kondisi ini akan merugikan si anak saat dewasa nanti dan harus melakukan kegiatan reproduksi karena menghambat terjadinya ereksi.
Dari angka ini, peneliti juga menyimpulkan bahwa risiko kumulatif bagi bayi yang tidak disunat untuk menjalani operasi pada kulupnya di usia 18 tahun dapat mencapai angka 1,7 persen.
"Jadi seharusnya sirkumsisi ini sudah dilakukan sejak dini, apalagi jika ada risiko peradangan kulup yang kronis atau bila retraksi tak kunjung terjadi sampai memasuki usia puber," kata Thorup seperti dilaporkan Huffington Post.
Thorup menambahkan, tak perlu dikhitan pun, bila terjadi gangguan saat kulup si kecil tidak bisa retraksi, maka kemaluannya akan lebih sering mengalami perdarahan, infeksi atau kesulitan saat dipakai buang air kecil.
Baca juga: Sunat Bikin Kelamin Tidak Sensitif, Mitos atau Fakta?
Di sisi lain, Thorup mengakui ketiga kondisi yang ditemukannya di atas tidaklah lazim terjadi pada anak laki-laki pada umumnya. Namun karena jumlah pasien dengan kondisi tersebut cenderung meningkat, maka ia menyarankan agar orang tua mendiskusikan kemungkinan untuk melakukan sirkumsisi pada anak dengan dokter masing-masing. (lll/vit)











































