Resistensi Antibiotik Juga Bisa Terjadi di Sektor Peternakan

Resistensi Antibiotik Juga Bisa Terjadi di Sektor Peternakan

Radian Nyi Sukmasari - detikHealth
Selasa, 19 Apr 2016 19:03 WIB
Resistensi Antibiotik Juga Bisa Terjadi di Sektor Peternakan
Ilustrasi (Foto: Jhoni Hutapea)
Jakarta - Penggunaan antibiotik yang tidak bijak memicu terjadinya resistensi bakteri terhadap antibiotik. Kondisi ini pun dipengaruhi penggunaan antibiotik di sektor peternakan.

Untuk itu, disampaikan drh Imron Suandy dari Direktorat Kesehatan Masyarakat Veteriner Ditjen Peternakan dan Kesehatan Kementerian Pertanian, untuk menghambat laju resistensi antibiotik diperlukan kerja sama di sektor kesehatan manusia, hewan, dan juga lingkungan.

"Saat ini yang terjadi, peternak bisa beli antibiotik ke poultry shop tanpa dapat resep dari dokter hewan. Penggunaan antibiotik di sektor peternakan yang tidak tepat terjadi karena si peternak belum terlalu tahu cara menangani hewan yang sakit karena 70 persen peternakan di Indonesia itu skala kecil," tutur drh Imron.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dalam media briefing 'One Health Approach' di Balai Kartini, Jakarta, Selasa (19/4/2016), drh Imron menambahkan pada prinsipnya penggunaan antibiotik di peternakan yakni untuk tujuan terapi (mengobati hewan yang sakit), pencegahan penyakit, dan growth promotion. Pada tujuan growth promotion, antibotik diberikan pada dosis tertentu untuk menekan bakteri patogen di saluran cerna.

Baca juga: Patut Dicoba, Tips Agar Pasien Lebih Bijak Saat Mendapat Resep Antibiotik 

Dengan begitu, jumlah bakteri baik meningkat dan ternak lebih optimal mengubah pakan menjadi daging. Namun, layaknya pada manusia, penggunaan dengan dosis tidak tepat dan tanpa pengawasan bisa memicu resistensi antibiotik.

Tahun 2011, Kementerian Pertanuan memonitor pola resistensi antibiotik terhadap bakteri indikator yakni E.coli dan salmonella pada produk hewan. Diungkapkan drh Imron, ada perubahan pada praktik peternakan. Pada tahun 2010-2011, penicilin sering digunakan tapi setelah itu, ada perubahan penggunaan ke arah aminoglikosida karena penicilin dianggap tidak efektif.

"Hasil monitoring kita, dalam 1 tahun isolated salmonella yang intermediate berubah jadi resisten, dulu tahun 2012 tidak terlalu tinggi resistensinya tapi setelah itu berubah jadi resisten," kata drh Imron.

Untuk mengatasi kondisi ini, drh Imron menegaskan perlunya regulasi yang ia akui memang tifak mudah dilakukan. Sebab, diperlukan dorongan dari berbagai pihak di antaranya Kementerian Kesehatan, Kementerian Pertani,, Kementerian Perdagangan, profesional, dan juga stakeholder lainnya.

Hadir dalam kesempatan sama, Dewi Indriani dari WHO menyatakan di sektor pertanian, peternakan, dan perikanan, resistensi antibiotik membuat infeksi pada hewan sulit diobati dan berpengaruh pada besarnya biaya pengelolaan peternakan, pertanian, dan perikanan.

"Peternak juga punya risiko tertular apabila ternak terinfeksi kuman yang resisten," kata Dewi.

Baca juga: Kencing Nanah Kebal Obat Dikhawatirkan Menyebar Lebih Cepat pada Homoseksual  (rdn/vit)

Berita Terkait