Data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013 melihat prevalensi hipertensi secara nasional berada di angka 25,8 persen. Angka ini disorot karena kasus hipertensi berkaitan erat dengan berbagai penyakit katastropik lainnya seperti masalah jantung, ginjal, stroke, diabetes bahkan sampai kebutaan. Dampaknya selain dari mengakibatkan kematian tentu juga akan membebani biaya kesehatan negara.
Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit dr H. Mohamad Subuh, MPPM, mengatakan hanya ada satu provinsi saja di Indonesia yang memiliki rapor bagus untuk prevalensi hipertensi yaitu Papua dengan angka 16,8 persen. Sementara itu untuk daerah terburuk ada di Bangka Belitung dengan angka prevalensi mencapai 30,9 persen, disusul dengan Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, dan Jawa Barat.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Baca juga: 17 Mei Hari Hipertensi Sedunia , Sudahkah Cek Tekanan Darah Anda?
Apa rahasia masyarakat Papua? Direktur Pengendalian Penyakit Tidak Menular dr Lily Sulistyowati, MM, mengatakan kemungkinan besar karena gaya hidup. Konsumsi alkohol dan rokok di Papua mungkin besar namun kuliner warganya bisa dibilang lebih sehat dibanding warga lain di Indonesia.
"Tekanan tinggi ini kan lebih karena perilaku manusianya dari bagaimana memilih makanan sampai dia olahraga atau tidak," kata Lily.
"Kalau menurut saya, tapi ini perlu diteliti lagi, mereka itu (masyarakat Papua) tidak terlalu banyak garam dan minyak. Mereka lebih apa adanya. Udang langsung bakar, ikan langsung bakar, daging langsung bakar, nggak pakai bumbu apa-apa lagi," lanjutnya.
Baca juga: Konsumsi Anggur Bisa Bantu Pangkas Lemak di Tubuh
Menurut Lily apa yang bisa diperoleh dari hal ini adalah tugas semua pihak untuk memikirkan bagaimana mulai menerapkan gaya hidup sehat. Untuk kuliner terutama perlu diperhatikan bagaimana takaran penggunaan garam, gula, dan lemak di tiap produk.
"Kalau menurut saya culture itu juga memengaruhi ya untuk kebiasaan makan. Saya merasa bahwa kekayaan kuliner di Indonesia sangat luar biasa, lezat-lezat, tetapi ketika kita telusuri lebih dalam lagi menjadi problem," tutup Lily. (fds/vit)











































