Seperti diceritakan oleh Kepala Puskesmas Distrik Ambatkuy, Kabupaten Boven Digoel, Roy Purba, beberapa hari sebelum melahirkan ibu hamil biasanya akan dibuatkan tenda ala kadarnya yang terbuat dari daun bernama befak. Di sana, sampai melahirkan sang ibu dibiarkan seorang diri tanpa penjagaan. Sehingga apabila tenaga kesehatan seperti bidan tak tanggap komplikasi pun rawan terjadi.
"Sudah adatnya mereka begitu. Darah (persalinan -red) itu katanya kotorlah dalam keluarga jadi nggak boleh ada di dalam rumah. Kalau ada nanti dianggap bisa berpengaruh jadi penyakit atau musibah di keluarga itu," kata Roy ketika berbincang dengan detikHealth di Kampung Anyumka, Distrik Ambatkuy.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Bayi yang lahir di Befak (Foto: Dokumentasi Dinas Kesehatan Boven Digoel) |
Baca juga: Risiko yang Bisa Terjadi Saat Bayi Sungsang Lahir Melalui Persalinan Normal
Para tenaga kesehatan terutama bidan yang ada selama ini sudah berusaha untuk 'merayu' agar warga setidaknya mau bersalin di puskesmas. Salah satu bentuknya adalah dengan menawarkan paket persalinan seperti popok dan baju untuk bayi.
Menurut Roy yang sudah bertugas selama 4 tahun di Puskesmas Ambatkuy, berkat usaha dan pendekatan yang dilakukan, kini sudah semakin sering warga memilih bersalin di puskesmas. Namun demikian tak bisa dipungkiri bahwa masih tetap ada juga yang bersalin di befak.
"Pernah dulu nemenin sekali di befak padahal rumahnya di depan puskesmas. Katanya waktu itu karena jalan ke puskesmasnya mendaki jadi capai dan suaminya tidak kasih izin. Jadinya ya kita kasih pengarahan saja," ujar Noventri Siahaan, bidan di Puskesmas Ambatkuy.
Untuk mengubah pola pikir dan kepercayaan masyarakat memang tidak bisa dilakukan semudah membalik telapak tangan. Butuh komunikasi dan pendekatan yang baik. Selain itu, perubahan apapun pasti butuh waktu.
Baca juga: Meninggal karena Komplikasi Kehamilan Langka, Organ Wanita Ini Disumbangkan
(fds/vit)












































Bayi yang lahir di Befak (Foto: