Berkaitan dengan hal itu studi terbaru yang dipublikasi di jurnal JAMA Psychiatry melihat aktivitas keagamaan mungkin bisa dijadikan sebagai salah satu langkah preventifnya.
Setidaknya data 90 ribu wanita dari tahun 1996-2010 menunjukkan bahwa mereka yang aktif ke gereja minimal sekali dalam seminggu memiliki risiko lima kali lebih rendah untuk melakukan bunuh diri. Selain itu studi juga melaporkan bahwa dengan aktif di kegiatan keagamaan seorang wanita lebih rendah kemungkinannya untuk merokok dan tergantung pada pil antidepresan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Hasil yang kami dapat ini tapi bukan berarti membuat seorang tenaga kesehatan harus meresepkan kegiatan keagamaan. Tapi bagi pasien yang sudah religius, keaktifan bisa lebih didorong sebagai bentuk partisipasi sosial yang bermakna," tulis peneliti seperti dikutip dari Medical Daily News, Kamis (30/6/2016).
Studi ini bukan yang pertama kali melihat aktivitas keagamaan dengan risiko bunuh diri lainnya. Pada tahun 2005-2006 survei oleh Gallup menunjukkan negara yang populasinya lebih religius punya tingkat bunuh diri lebih rendah. Studi pada tahun 2015 juga menunjukkan aktivitas keagamaan dapat meningkatkan kesehatan mental dan jadi mekanisme 'berlindung' saat terjadi kekambuhan (depresi atau manik).
Namun bagaimana hubungan aktivitas keagamaan bisa menurunkan risiko bunuh diri belum dikonfirmasi oleh studi. Apakah lebih karena rasa tergabung dalam suatu komunitas atau karena ajaran dari suatu agama itu sendiri.
Baca juga: Kemenkes Punya Aplikasi Pengukur Stres di Android, Yuk Dicoba! (fds/vit)











































