Terlalu Peka Vs 'The Real Bullying'

<i>Bullying</i> pada Orang Dewasa

Terlalu Peka Vs 'The Real Bullying'

Nurvita Indarini - detikHealth
Kamis, 25 Agu 2016 10:28 WIB
Terlalu Peka Vs The Real Bullying
Ilustrasi bullying (Foto: thinkstock)
Jakarta - Di dunia ini ada orang yang perasaannya terlalu peka atau sensitif, di mana mudah memasukkan ke dalam hati ucapan orang lain. Karena terlalu peka, apakah yang bersangkutan lebih rentan merasa dirinya di-bully?

Wulan Ayu Ramadhani, M. Psi, psikolog dari Klinik Rumah Hati menuturkan orang yang peka, biasanya lebih mudah memasukkan ucapan apapun ke dalam hati. Tak hanya ucapan atau perilaku tidak menyenangkan, yang menyenangkan pun akan mudah dimasukkan ke dalam hati. Namun perasaan di-bully atau tidak, tak hanya bergantung pada peka atau tidaknya seseorang.

"Melainkan bergantung juga pada pengenalan diri serta kepercayaan terhadap dirinya sendiri," tutur Wulan dalam perbincangan dengan detikHealth.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Wulan mencontohkan kasus seseorang dengan ciri fisik berkulit hitam sering dipanggil 'si item' oleh teman-temannya. Orang tersebut mengetahui apa yang temannya lakukan merupakan bentuk dari bullying, tetapi ia tidak memasukkannya ke dalam hati karena nyatanya dia memang berkulit hitam dan cukup percaya diri dengan warna kulitnya. Ini artinya orang tersebut bisa jadi tidak bermasalah dengan perkataan teman-temannya.

Baca juga: Cyber Bullying Kadang Bisa Dipicu si Anak Sendiri

Wulan menjelaskan setiap perilaku agresif yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang kepada seseorang atau kelompok yang dianggap lemah dengan tujuan menyakiti sebenarnya sudah dianggap sebagai bullying. Jadi karakteristik bullying adalah menyakiti korban. Nah, perilaku ini dilakukan berulang-ulang.

Dalam kasus-kasus bullying selalu ada hubungan yang tidak seimbang, di mana ada yang dianggap lebih dominan dan ada yang dianggap lemah.

"Terlepas dari apakah seorang tersebut sensitif atau tidak sensitif, tidak lantas membuat perilaku bullying tersebut bisa terjadi. Jika ia memiliki regulasi emosi yang baik, maka ia dapat memilih bagaimana ia harus berespons terhadap perilaku bullying tersebut. Misalnya, menegur dengan halus atau mengabaikan perilaku bullying tersebut," papar Wulan.

"Bullying bisa saja terjadi, namun bagaimana kita bereaksi terhadap hal tersebut bisa memiliki efek yang berbeda," imbuhnya.

Baca juga: Hati-hati, Memberi Nama Julukan yang Buruk Bisa Jadi Bullying

(vit/up)

Berita Terkait