Bertambahnya Konsumsi Daging Disebut Bisa Tingkatkan Risiko Zoonosis

Bertambahnya Konsumsi Daging Disebut Bisa Tingkatkan Risiko Zoonosis

Muhamad Reza Sulaiman - detikHealth
Jumat, 23 Sep 2016 08:06 WIB
Bertambahnya Konsumsi Daging Disebut Bisa Tingkatkan Risiko Zoonosis
Foto: iStock
Jakarta - Zoonosis atau penyakit yang menular dari binatang memiliki beberapa faktor penyebab. Pakar mengatakan bertambahnya konsumsi daging merupakan salah satu faktornya. Mengapa?

Dr Peter Black, Deputy Regional Food and Agriculture Organizatio (FAO), Emergency Centre for Transboundary Animal Disease (ECTAD) Kawasan Asia-Pasifik, menjelaskan bahwa salah satu penyebab munculnya penyakit menular baru (Emerging Infectious Diseases) adalah karena perubahan pola makan masyarakat. Konsumsi daging, terutama daging unggas dan hewan ternak, meningkat pesat.

Pada tahun 1996, diperkirakan hampir 30 juta ton daging unggas dikonsumsi. Angka ini meningkat menjadi 40 juta ton pada 2001 dan melesat hingga mencapai 65 juta ton pada 2011. Peningkatan yang sama terlihat pada konsumsi daging sapi, yakni 20 juta ton pada 1991 menjadi 30 juta ton pada 2001 dan 40 juta ton pada 2011.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Permintaan daging yang bertambah membuat suplai daging juga meningkat. Sayangnya, peningkatan suplai tidak selalu disertai dengan peningkatan standar dan kualitas," ungkap Dr Black, dalam acara One Health International Seminar di Indonesia Convention Exhibition, Serpong, Tangerang Selatan, Kamis (22/9/2016).

Baca juga: Pembalakan Liar dan Exotic Pet Berisiko Munculkan Penyakit Zoonosis Baru

Dijelaskan Dr Black, peningkatan permintaan daging membuat industri peternakan melakukan intensifikasi agar suplai tercukupi. Intensifikasi yang dilakukan dengan tidak tepat, misalnya dengan memberikan hormon pertumbuhan yang berlebihan atau tidak memerhatikan kualitas kandang ternak, berisiko memunculkan penyakit menular baru.

Di sisi lain, meningkatnya suplai daging membuat industri peternakan membutuhkan pakan ternak dalam jumlah lebih besar. Dr Black mencontohkan bahwa pakan ternak babi yang ada di China sebagian besar berasal dari kacang kedelai dari Brazil.

"Untuk membuka lahan kedelai baru, pelaku industri pakan ternak membabat hutan, menjadikan habitat satwa liar terganggu dan meningkatkan risiko pencemaran pada kedelai, yang nantinya dimakan oleh babi dan masuk ke tubuh manusia ketika daging babinya dimakan," urai pria asal Australia ini.

Contoh kasus yang paling konkret adalah mewabahnya penyakit Nipah di Malaysia beberapa tahun lalu. Kala itu, industri peternakan babi terbesar di sana menggunakan lahan di antara kandang babi untuk menanam mangga. Harapannya, profit semakin besar karena bisa menjual daging babi dan mangga sekaligus.

Baca juga: Faktor-faktor yang Memengaruhi Munculnya Penyakit Menular Baru

Namun hadirnya pohon mangga menarik perhatian kelelawar buah, yang akhirnya makan dan bersarang di sekitar kandang babi. Virus Nipah yang sebelumnya hanya ada di kelelawar akhirnya bercampur dengan babi dan menginfeksi mereka. Virus yang ada di babi itu pun akhirnya masuk ke tubuh manusia setelah memakan daging babi.

"Ini merupakan salah satu contoh mengapa intensifikasi industri akhirnya memunculkan penyakit baru. Sebelumnya, virus Nipah hanya ada di kelelawar dan tidak pernah terdeteksi di manusia," tuturnya. (mrs/vit)

Berita Terkait