Gangguan Psikotik Tergolong Langka Tetapi Lebih Berbahaya dari Depresi

Bahaya Depresi Pasca Melahirkan

Gangguan Psikotik Tergolong Langka Tetapi Lebih Berbahaya dari Depresi

Muhamad Reza Sulaiman - detikHealth
Senin, 10 Okt 2016 17:36 WIB
Gangguan Psikotik Tergolong Langka Tetapi Lebih Berbahaya dari Depresi
Foto: thinkstock
Jakarta - Kasus ibu yang memutilasi anaknya merupakan salah satu contoh kasus terjadinya gangguan psikotik pada ibu pasca melahirkan. Pakar mengatakan sejatinya kasus gangguan psikotik tergolong langka.

Dikatakan dr Andri SpKJ, FAPM, dari Klinik Psikosomatis RS Omni Alam Sutera, prevalensi gangguan psikotik pada ibu yang hamil atau ibu yang baru melahirkan hanya sekitar 0,1 persen atau satu dari seribu. Meski langka, gangguan psikotik tergolong berbahaya.

Bahkan menurut dr Andri, gangguan psikotik lebih berbahaya daripada depresi. Hal ini dikarenakan pengaidap gangguan psikotik memiliki risiko besar melukai ataupun melakukan perbuatan kriminal seperti membunuh kepada orang lain.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Baca juga: Ketika Ibu Tega Membunuh Anak, Apa yang Sebenarnya Terjadi?

"Psikotik postpartum punya potensi lebih besar melakukan perbuatan-perbuatan yang tidak sesuai dengan norma dan akal sehat. Contohnya seperi menelantarkan anak, melakukan kekerasan pada anak yang baru dilahirkan karena mendapat bisikan suara, misalnya, anak yang didepannya ini bukan anaknya," tutur dr Andri, dalam perbincangan dengan detikHealth baru-baru ini.

Di sisi lain, depresi yang sudah berat juga termasuk gangguan kejiwaan yang berbahaya. Namun bagi ibu yang baru saja melahirkan, depresi lebih menyebabkan perasaan tidak berdaya, tidak berguna hingga menyerah ke keadaan hidup.

Akibatnya, ibu akan merasa tidak mampu mengurus anak atau tidak memiliki kemampuan untuk membesarkannya namun tidak berpikiran untuk melakukan kekerasan. Yang muncul adalah perasaan ingin membebaskan anak dan dirinya dari keadaan saat ini.

"Jadinya bunuh diri bareng. Mungkin dalam pikirannya si ibu nggak mampu mengurus anak karena berbagai macam masalah, ekonomi, sosial atau hubungan dengan suami. Tapi kalau anaknya ditinggal kasihan, makanya lebih baik mati bersama saja," ungkap dr Andri, merujuk pada kasus ibu yang bunuh diri bersama anak beberapa tahun lalu.

Kedua gangguan ini tidak bisa muncul bersamaan karena penyebabnya yang berbeda. Gangguan psikotik muncul saat karena kelebihan hormon dopamin sementara depresi terjadi akibat kurangnya serotonin pada otak. Namun pada tahap lanjut, bisa saja muncul gejala penyerta sebagai bentuk komplikasi.

"Jadi pada pasien psikotik bisa muncul gejala depresi. Atau depresi berat jadi mendengar bisikan nah itu ada gejala psikotiknya," ungkap.

Baca juga: Waspadai Gangguan Kejiwaan Pasca Melahirkan (mrs/up)
Bahaya Depresi Pasca Melahirkan
10 Konten
Baru-baru ini, kasus seorang ibu di Tangerang yang membunuh dan memutilasi bayinya menjadi perhatian masyarakat luas. Rasa shock, kaget, hingga tak percaya muncul karena ada seorang ibu yang tega melakukan hal tersebut pada anaknya.

Berita Terkait