Wanita sepuh ini mengaku kecolongan karena sang putra, Pardiono ternyata pernah jatuh dari sepeda saat duduk di bangku kelas 2 SD. Anak keduanya itu tak mengatakan apapun, tetapi tentu saja tak pernah terlintas dalam pikirannya jika ini akan berdampak buruk.
Hingga kemudian Pardiono jatuh lagi di usia 14 tahun. Bedanya, saat itu ia sedang bermain sepakbola bersama teman-temannya. Oleh Walsilah, si anak dibawa berobat ke puskesmas terdekat.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Putranya juga beberapa kali ketahuan bicara sendiri dan mengamuk, meski hanya sebatas membuang-buang bajunya sendiri. Menurut keterangan dokter, terjadi gangguan pada saraf otak Pardiono akibat insiden berulang kali jatuh yang dialaminya.
Lama-kelamaan Walsilah hapal manakala putranya akan kambuh lagi, misal bila makan tak dihabiskan atau makanan masih belum habis namun Pardiono memilih mengambil piring bersih.
Tetapi Walsilah tak pernah mengeluh walaupun semuanya harus ia tangani sendiri. Untuk berobat ke RS Jiwa Grhasia dari rumahnya di Sedayu, Bantul, ia mengaku harus berganti angkutan umum sebanyak tiga kali bersama putranya.
"Kula piyambakan, lha bapake nggih pun sepuh (saya ya sendirian, karena bapak juga sudah tua)," katanya lagi.
Untuk menutupi seluruh biaya pengobatan, Walsilah pun menjadi tulang punggung keluarga. Apa pekerjaannya? "Kula ngedolne panene tiyang. Kadang nggih tanggi-tanggi niku ngesakne, ngengken kula ngedolne napa ngaten (menjualkan hasil panen milik tetangganya, seringkali mereka melakukannya karena iba)," ujarnya.
Padahal sebelum akhirnya menjadi pasien di RS Jiwa Grhasia, tak terhitung berapa biaya yang dikeluarkan Walsilah untuk pengobatan putranya. Selama beberapa waktu, ia harus merogoh kocek hingga Rp 1,8 juta untuk itu.
Belum lagi jika Pardiono harus opname di saat kambuh, mulai dari 7-10 hari. Pernah suatu kali di usia 20-an, pria yang kini menginjak usia 29 tahun itu mengalami komplikasi berupa serangan jantung, gangguan kemih dan kencing batu hingga harus dirawat selama sepekan. Kesemuanya tentu dilunasi dengan uangnya sendiri.
Baca juga: Wah! Warga dengan Gangguan Jiwa Ikut Jadi Petugas Pemilu
Kini Walsilah bersyukur sejak putranya menjadi pasien RS Jiwa Grhasia, keadaan Pardiono semakin membaik. "Dulu sampai 6 macam obatnya, sehari bisa sampai tiga kali. Sekarang sudah lebih ringan, paling hanya 4 macam obat yang diminum satu kali sehari," ungkapnya.
Dengan wajah berbinar-binar, wanita berusia 60 tahun itu juga mengatakan putranya sudah bisa beraktivitas seperti biasa walaupun masih harus didampingi oleh kakak atau adiknya. "Kemarin Tarawih sudah penuh, sudah bisa main bola lagi," katanya.
Tak hanya itu, putranya juga aktif mengikuti pelatihan kreativitas yang digawangi oleh Universitas Muhammadiyah Yogyakarta di desanya. Pelatihan yang digelar sejak tahun 2014 ini memang ditujukan untuk para ODGJ yang ada di desa tempat Walsilah tinggal.
Mereka diajari membuat kerajinan seperti bros dan tas dari gelas air mineral atau kemasan kopi instan bekas, untuk kemudian dipasarkan. Meski penghasilannya tak tentu, setidaknya ibu empat anak itu lega karena ada yang bisa dilakukan putranya.
Baca juga: Kisah Vindy, Berjuang Lawan Bipolar Setelah Sempat Berniat Bunuh Diri (lll/vit)











































