Saat hamil, Anastasia Margaretha memiliki masalah pengentalan darah. Ketika melahirkan anaknya dia tidak bisa menjalani prosedur caesar. Untuk persalinan normal pun dia nyaris kehabisan tenaga. Yuk simak perjuangannya.
Ya Anastasia memiliki sindroma antifosfolipid alias antiphospholipid syndrome (APS). Sebenarnya kondisi ini sudah diketahui sejak dirinya belum menikah. Untuk mengatasinya, dia harus menjalani pengobatan rutin, bahkan sempat dinyatakan normal.
"Hingga akhirnya saya menikah dan hamil. Di usia kandungan 11 minggu, tanpa sengaja saya menemukan forum ibu hamil dengan pengentalan darah, dan saya teringat akan riwayat saya dulu," kisah Anastasia kepada detikHealth.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Semua hasilnya positif, bahkan D-dimer saya berjumlah dua kali lipat dari jumlah maksimal. Dokter memutuskan saya harus segera disuntik malam itu juga dan mengkonsumsi obat oral dosis tinggi. Tidak hanya untuk malam itu, tapi untuk seterusnya," sambung Anastasia.
Baginya, kehamilan dengan APS adalah kondisi yang berat. Bagaimana tidak, setiap malam dirinya harus disuntik dan mengonsumsi obat-obatam. Belum lagi HB dan tekanan darahnya selalu rendah, malahan pernah mencapai 60/40 mmHg. Tak cuma itu, konsumsi obat untuk APS-nya membuat kulit Anastasia mengelupas.
"Pernah suatu waktu D-dimer saya berada di titik yang sangat tinggi, hingga menyentuh angka 8.000, di mana angka maksimal seharusnya hanya 2.000. Dokter terus menyemangati saya, saya bisa melalui ini semua," imbuh Anastasia.
USG 4D juga dilakukan sebagai bagian pemeriksaan rinci oleh dokter kandungan. Lalu tibalah saat Anastasia melahirkan. Sayangnya, saat itu justru dirinya berada pada kondisi terlemah. Suhu badannya meningkat hingga 39,6 derajat Celcius, sementara tekanan darahnya 50/40 mmHG.
"Operasi caesar tidak mungkin dilakukan karena berbahaya untuk keselamatan saya. Saya dibimbing untuk melahirkan secara normal, padahal saya sudah tidak bisa melihat dan mendengar, karena sanking lemahnya kondisi saya," kenang Anastasia.
Baca juga: Perjuangan Diana Saat Hamil: Suntik Obat Pengencer Darah 9 Bulan Nonstop
Dokter dan dua bidan sudah pasrah. Si bayi akan di-vacuum. Namun Anastasia tiba-tiba seperti terbangun dan mengejan hingga si bayi lahir. Bayi perempuan yang dilahirkannya pun cukup besar, bobotnya 3,7 kg. Padahal biasanya ibu dengan APS melahirkan bayi dengan bobot kecil.
Selanjutnya, Anastasia tak sadarkan diri. Pendarahan berlebihan terjadi, sehingga transfusi darah segera dilakukan. Anastasia memang tidak direncanakan untuk melahirkan dengan operasi caesar, jadi tubuhnya tetap harus disuntik untuk mencegah pengentalan darah sampai tiba waktunya bukaan jalan kelahiran. Namun ternyata, saat melahirkan dan terjadi luka, darah terus mengalir.
Tapi di tengah situasi yang genting, keajaiban terjadi. Pendarahan Anastasia berhenti tiba-tiba. Nah, setelah melahirkan pun, dia masih tetap mengontrol darahnya.
Meski perjuangan hamil dan melahirkan begitu berat dengan kondisi APS, namun Anastasia tidak takut untuk hamil lagi. Dia yakin, jika patuh pada pengobatan dan dalam pengawasan dokter, kehamilan dengan APS akan baik-baik saja.
Beberapa waktu kemudian, Anastasia mengandung kembali. Kondisinya tak jauh beda dengan kehamilan pertamanya, di mana D-dimer-nya masih tetap tinggi. Dia juga mengalami hiper agregasi trombosit, untungnya tidak separah saat kehamilan pertama. Karena itu menurut dokter, Anastasia tidak perlu disuntik.
"Anak kedua saya melahirkan dengan proses normal, dan memang cenderung lebih lancar prosesnya," lanjutnya sembari mengatakan anak keduanya berjenis kelamin laki-laki dengan bobot 4 kg.
Saat ini, Anastasia bahkan sedang hamil untuk ketiga kalinya. Dua kali pengalaman hamil dengan APS, bahkan saat-saat sangat berat pernah dilaluinya, sehingga Anastasia yakin kehamilannya kali ini akan jauh lebih lancar.
"Di keluarga saya kebetulan tidak ada yang terkena riwayat APS. Dulu saat saya konsultasikan dengan dokter, belum tentu memang faktor genetik, katanya," ujar Anastasia.
"Mudah-mudahan banyak ibu lain yang akan lebih aware dan semangat dalam menjalani kehamilan dengan APS, karena memang tidak mudah," imbuhnya.
dr Gita Nurul Hidayah, SpOG dari RS SamMarie Basra, Pondok Bambu, Jakarta, kepada detikHealth beberapa waktu lalu menjelaskan APS merupakan otoimun. Ibu hamil dengan APS mengakibatkan sumbatan di pembuluh darah karena adanya pembekuan darah.
Salah satu kriteria penegakan diagnosis APS adalah angka Anti Cardioliphin Antibodies (ACA) yang tinggi. Sebenarnya antibodi penting sebagai sistem kekebalan tubuh, yakni untuk melawan kuman atau virus yang menyebabkan infeksi. Di saat sistem kekebalan tubuh mengalami gangguan, maka antibodi tersebut akan menyerang tubuh sendiri.
Sumbatan akibat APS, tambah dr Gita, bisa terjadi di mana saja. Jika sumbatannya terjadi di plasenta maka akan mengganggu pertumbuhan janin.
Baca juga: Agar Kehamilan Tetap Terjaga Meski Terkena APS, Ini yang Perlu Dilakukan











































