Dalam acara peresmian iklan layanan kesehatan masyarakat tentang bahaya rokok, dr Lily mengatakan bahwa bukti dari bermacam-macam studi sudah jelas tentang bahaya rokok. Faktanya tiga penyakit katastropik seperti stroke, penyakit jantung koroner, dan penyakit paru obstruktif kronis (PPOP) sebagian besar terjadi pada perokok.
"Persentase penderita itu 80 persen ke atas perokok. Penelitian yang menyebut bahaya tembakau itu sudah banyak banget. Tapi kalau kemudian ada orang melihat manfaat dari tembakau ya itu semacam dennying karena dia sudah adiksi, ketergantungan," kata dr Lily ketika ditemui di Pusat Perfilman Haji Usmar Ismail, Kuningan, Jakarta Selatan, Jumat (27/1/2017).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dr dr Agus Dwi Susanto, SpP(K), dari RSUP Persahabatan mengatakan apa yang disebut 'manfaat' dari konsumsi rokok ini kemungkinan adalah karena efek stimulus nikotin. Ketika rokok dihisap dan nikotin masuk ke otak maka ia akan merangsang tubuh menciptakan efek seperti menekan nafsu makan, stres, dan meningkatkan konsentrasi.
Hanya saja dampak buruknya yang akan terjadi nanti juga lebih besar. Selain dari peningkatan risiko berbagai penyakit, efek stimulus akan berbalik menjadi gejala negatif. Contohnya seperti mudah marah,rasa nyeri, dan tidak nyaman bila konsumsi nikotin dihentikan.
"Itu yang sering dibilang efek enak ngerokok, tapi orang-orang enggak lihat dampak buruknya itu lebih. Ketika mencoba berhenti nanti apa yang dia dapatkan justru kebalikannya dari berbagai aspek tersebut," kata dr Agus.
"Itu namanya gejala putus nikotin atau kalau untuk pemakai narkoba biasanya dibilang sakaw. Itu yang bikin orang sulit berhenti," pungkasnya.
Baca juga: Curhatan Kemenkes Berjuang Atur Masalah Rokok di Indonesia (fds/vit)











































