Diungkapkan Prof Dr dr Andrijono SpOG, KFER, dalam penelitian disebutkan jika sel kanker masih ada maka risiko tumbuh kembali lebih tinggi. Sebab, sel kanker akan mencetuskan karsinogen, meskipun jika ditilik dari evaluasi pengobatan sel kanker sudah tidak ada.
"Kalau evaluasi dokter disebut remisi komplet. Tapi di dalam tubuh bisa saja masih ada (sel kanker), tidak terdeteksi. Karena memang semua alat deteksi kan ada maksimal deteksinya misalnya MRI scan-nya sampai 1 cm," tutur Prof Andri di sela-sela Forum Ngobras di Hongkong Cafe, Jakarta Pusat, Selasa (11/4/2017).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Baca juga: Sedih! Bocah dengan Kanker Disebut Tak Cantik karena Rambutnya Rontok
"Di situlah uniknya kanker. Sel kanker bisa berlindung dari serangan obat atau tubuh, menempel ke trombosit, lalu pura-pura mati. Yang tadinya bentuknya bulat bisa jadi gepeng. Soal sel kanker yang paling ditakuti dokter yaitu kemampuan dia memperbaiki dirinya. Begitu diterapi dia bisa jadi resisten, itulah proteksinya luar biasa," kata Prof Andri.
"Yang sekarang saya lagi teliti itu bagaimana mekanisme sel kanker jadi kebal terhadap terapi, itu yang lagi kita kejar. Ada yang hari pertama kita terapi bagus, nol. Dua tahun muncul lagi, kita atasi bisa, lalu tumbuh lagi kita hajar lagi nggak bisa, kita ganti obat lini kedua," tambah Prof Andri.
Bahkan, lanjut Prof Andri, ada sel kanker yang resisten sejak awal. Setelah dilakukan prosedur operasi dan kemoterapu, sel kanker tetap berkembang. Menurut Prof Andri, apa faktor yang membuat sel kanker bertahan inilah yang belum diketahui.
Baca juga: Asma Sering Kambuh, Ternyata karena Kanker Rahim Menghimpit Paru (rdn/vit)











































