"Saya ke Purworejo, masih ada yang pakai kelambu bukan buat tidur. Tapi malah dibuat menjala ikan. Ya memang kita sadari kalau pertama kali tidur pakai kelambu itu nggak nyaman," kata Dirjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kemenkes RI dr Mohamad Subuh, MPPM dalam Temu Media di Kantor Kemenkes, Jl HR Rasuna Said, Kuningan, Jakarta Selatan, Senin (17/4/2017).
Menurut dr Subuh, hampir di tiap daerah yang dibagikan kelambu awalnya penduduknya merasa tidak nyaman dan digunakan untuk keperluan lain. Namun, dengan sosialisasi terus-menerus untuk meningkatkan kesadaran, penggunaan kelambu bisa dirutinkan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Baca juga: Perhatikan Hal Ini Sebelum Konsumsi Kemoprofilaksis untuk Cegah Malaria
Agar nyaman, mereka juga mengakali dengan membuat ventilasi di rumah yang lebih baik sehingga udara tidak terlalu pengap. Meski begitu, ada pula warga yang tak langsung menolak saat diberi kelambu. Diungkapkan Saiful Hihalek. Kader Participatory Learning and Actrion (PLA) Kabupaten Halmahera Selatan, saat dibagikan kelambu masyarakat cukup antusias dan tidak menolak.
"Khususnya di tempat kami di desa Doro, penduduk peduli sekali karena memang menurut mereka penggunaan kelambu sangat efektif cegah malaria. Untuk API, di kami turun dari 83 di tahun 2008 menjadi nol koma di tahun 2016," tutur Saiful.
Sejak tahun 2004-2016, sudah ada 23,2 juta kelambu yang didistribusikan ke seluruh Indonesia. Di 2016, dilakukan Pembagian Kelambu Massal Fokus (PKMF) sebanyak 1.451.194 kelambu yang dibagikan di 7 Provinsi (Sumatera Utara, Sumatera Barat, Bengkulu, NTT, Maluku, dan Maluku Utara). Seperti diketahui, masa efektivitas kelambu anti nyamuk adalah 3 tahun.
Baca juga: Kenali, Stadium Parasit Malaria Saat Berada di Tubuh Manusia (rdn/up)











































